BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini

BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini
PMC Cell - Master Pulsa Electric

Menggapai Kemuliaan Muslimah dengan Bimbingan Salaful Ummah

Jumat, 15 Agustus 2008

Warning Dari Allah



Alam mulai berulah, banjir, tanah longsor, gempa dan lumpur panas merupakan ‘warning’ dari Allah terhadap ummat-Nya di dunia. Namun sayang, banyak yang tidak menyadarinya. Memang benar apa yang pernah dikatakan ustadz, “manusia tempatnya lupa dan dosa”. Apalagi jika sudah mereguk kenikmatan dunia.


PAGI itu, di desa tempat tinggalnya Cak Hasan sedang ramai membicarakan lumpur di Porong, Sidoarjo yang belum juga ada tanda-tanda akan mampet (tertutup). Kemudian beralih pada topik banjir yang melanda di beberapa daerah, seperti Jakarta dan luar Jawa.
Ia pun kemudian meneruskan perjalanannya menyusuri jalanan desa tempat kelahirannya. Di sepanjang jalan, ia merenungkan apa yang telah didengar dari para warga. Tiba-tiba ia pun dikejutkan oleh suara yang memanggil namanya.

”Cak! Cak Hasan!,” panggil Markuat dari kejauhan sambil berlari-lari kecil menghampirinya.

”O.... kamu toh yang memanggil aku tadi. Ada apa dan dari mana?,” tanya Cak Hasan setelah Markuat dekat.

“Ndak... ndak ada apa-apa. Aku habis jalan-jalan keliling kampung, sekalian melihat-lihat tanaman tebuku. Cak Hasan sendiri mau kemana?,” jawab Markuat sambil balik bertanya.

”Aku juga dari jalan-jalan. Ya... ngobrol sama warga, biar nggak ketinggalan jika ada kabar baru tentang kampung kita ini,” kata Cak Hasan. Sejurus kemudian mereka pun melanjutkan langkah kakinya menyusuri jalanan yang masih basah oleh embun pagi.

”Cak, enaknya pagi-pagi gini menikmati kopi panas dengan pisang goreng pasti nikmat,” usul Markuat.

”Iya... ya.... kadang encer juga otakmu, Mar,” ledek Cak Hasan.

“Siapa dulu dong! Markuat sekuat macan, eh salah sekuat Superman,” saut Markuat tanpa merasa diledek oleh Cak Hasan.

”Ayo kita ke warung biasanya, warung kita mangkal tempat diskusi,” ajak Cak Hasan. Mereka pun bergegas menuju arah warung Mbok Darmi. Maklum di desa itu tidak ada warung lain selain warung kopinya Mbok Darmi ini.

Di tengah jalan, mereka bertemu dengan Cak Semprul yang sedang asyik membersihkan selokan di depan rumahnya. ”Cak Semprul! Kadengaren bersih-bersih selokan segala, emang mau ada air bah apa?,” sindir Markuat.

”Ya... siapa tau nanti kalo hujan desa kita banjir, dengan demikian kan aman kita. Air bisa lancar mengalir,” jawab Semprul sambil terus membersihkan selokan.

”Iya Cak, tak bantu ya! Ayo Mar kita bantu, setelah selesai kita sama-sama cangkru’an di warungnya Mbok Darmi,” ajak Cak Hasan pada Markuat.

”Boleh... makasih ya mau bantu-bantu. Tapi ati-ati nanti kotor lho!,” ucap Semprul singkat. Sejenak kemudian ketiganya asyik bersih-bersih selokan itu.

“Sudahlah sesama saudara harus saling membantu, apalagi ini untuk kebaikan bersama,” kata Cak Hasan mulai menceburkan kakinya ke selokan.

Setelah beberapa jam kemudian, akhirnya pekerjaannya selesai. “Ayo dibersihkan dulu, nanti setelah itu kita sama-sama ke warungnya Mbok,” ajak Semprul.

Keduanya pun mengikuti langkah kaki Semprul menuju rumahnya. Mereka bertiga pun kemudian membersihkan kaki dan tangannya. Lalu melangkah ke arah warung Mbok Darmi untuk sekedar ngobrol sambil menikmati kopi pagi hari.

Sesampainya di warung Mbok Darmi, ternyata Kang Brodin sudah terlebih dulu nyruput kopi di warung itu. “Assalamu’alaikum semuanya, apa kabarnya hari ini? Dari mana aja kalian kok baru nongol, bersamaan lagi? Emang ada apa?,” cerocos Kang Brodin menyambut kedatangan ketiga temannya.

”Waduh kamu, Kang. Ternyata sudah terlebih dulu di warung. Trus tanyaknya seperti tembakan granat, tanpa hentinya,” potong Cak Hasan.

”Iya dech.... jawab aja yang kalian inget!,” kata Brodin mengalah.

”Kami dari jalan-jalan, kemudian bersih-bersih selokan, kemudian ke warung Mbok, kemudian....,” belum selesai sudah dipotong sama Kang Brodin.

”Kemudian ketemu aku... kamu kalo nyindir ya nyindir... jangan ikut-ikutan nyerocos panjang kayak sepur,” ujar Brodin agak kesel.

”Emang kenapa kok pakek acara bersih-bersih segala?,” tanya Kang Brodin.

”Ya ini khan mau musim hujan. Jadi siap-siap biar nggak kebanjiran seperti Jakarta atau Surabaya,” ujarnya.

”Itu namanya manusia nggak tau diri!,” celetuk si Mbok.

”Nggak tau diri gimana Mbok?,” tanya Semprul.

“Ya nggak tau kalo itu merupakan peringatan dari sang Pencipta. Banjir, gempa, longsor itu merupakan peringatan bahwa manusia di dunia itu sudah banyak dosanya. Dan Allah itu memperingatkan melalui kejadian alam. Masak nggak nyadari?,” papar Mbok Darmi sambil memberikan kopi dan pisang goreng.

“Iya... ya.... itu khan bisa jadi peringatan dari Pencipta!,” kata Markuat mendukung.

“Bukan bisa jadi, tapi memang kejadian alam itu semuanya peringatan. Seperti gunung meletus dan bencana alam lainnya. Termasuk kematian, itu juga peringatan dari-Nya. Cuma manusia itu yang nggak menyadari, nggak tau diri, atau pura-pura nggak tau. He....he...he....,” celetuk Mbok Darmi seraya tertawa cekikikan.

”Nah lho, yang pasti itu kiamat makin dekat, dan kematian juga makin dekat. Umur kita ini juga makin berkurang, bukan bertambah,” Kang Brodin menimpali kata-kata Mbok Darmi.

”Untuk itu, mari kita tobat bersama-sama,” ajak Mbok Darmi.

”$#!#$??!!$#$$%%$%,” Markuat, Kang Brodin, Cak Semprul, dan Cak Hasan melonggo. ***

Tidak ada komentar: