BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini

BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini
PMC Cell - Master Pulsa Electric

Menggapai Kemuliaan Muslimah dengan Bimbingan Salaful Ummah

Sabtu, 23 Agustus 2008

Kota Santri Vs Prostitusi

Jombang, sebagai icon kota santri, bahkan slogannya Jombang Beriman (BERsih-Indah-nyaMAN) pelan tapi pasti mulai tergeser. Bagaimana tidak, setelah terkenal dengan lokalisasi di Desa Klubuh, Kec Kabuh, kemudian Desa Tunggorono, Kec. Jombang Kota. Dan beberapa lokasi lainnya yang ada di Bandar Kedungmulyo. Kini di Jombang Kota terdapat prostitusi terselubung. Dengan berkedok Panti Pijat. Akankah pamor Jombang sebagai kota santri akan hilang?

SIANG itu, udara di kota Jombang sangat panas. Selain panas akibat sengatan sinar matahari, ditambah lagi dengan panasnya udara yang bercampur dengan asap kendaraan bermotor. Semakin menambah panas udara di kota Jombang. Membuat gerah warga ‘kota santri’ yang ada di jalan saat melakukan aktifitas. Dalam kondisi seperti itu, beberapa warga mencoba melakukan relaksasi dengan memijat tubuh agar kembali bugar, agar pikiran kembali fresh.

Salah satunya yang sering dilakukan adalah dengan melakukan pijat di beberapa panti pijat yang tersebar di kota tersebut. Namun sayangnya, panti pijat tersebut tidak semuanya meluluh melakukan aktivitas pemijatan. Beberapa diantaranya malah menjadikan panti pijat sebagai pijat ++ (baca: plus-plus). Akibat ulah beberapa pengelolah panti pijat nakal, menjadikan panti ini identik dengan hal itu.

Seperti yang terlihat siang itu di salah satu sudut desa Mbok Darmi. Hal itu terlihat dari beberapa aktivitas di panti yang nyaris berdekatan dengan warung Mbok Darmi. Maklum sekarang desa Mbok Darmi bukan seperti dulu lagi, jalan sudah aspal, rumah sudah tidak ada lagi yang terbuat dari gedek (baca: anyaman bambu). Pokoknya sudah jauh dari kesan desa yang warganya santun dan kental dengan budaya gotong royong.

Bukan karena iri ada usaha di sekitar warungnya. Namun yang disayangkan adalah jenis usaha yang dijalankan, yang memperdagangkan ‘barang’ wanita untuk kepuasan laki-laki, itu yang disesalkan Mbok Darmi. “Assalamu’alaikum...!!!,” ucap salam Kang Brodin siang itu.

Wa’alaikumsalam...!!!,” jawab Mbok Darmi sambil menikmati hiburan di televisi.

“Mau pesan apa Kang?,” tanya si Mbok.

“Es teh aja dulu Mbok,”

“Bentar ya.....,”

Suasana kembali hening sesaat. Mbok Darmi lagi asyik menggoyangkan jari-jari tangannya mengaduk kopi. Sementara Kang Brodin menghisap rokok kreteknya sambil menikmati kue di warung Mbok Darmi. Sesekali matanya memandang keluar melihat mobil dan motor berseliweran di jalanan. Sesekali terlihan kendaraan itu ada yang mampir di panti pijat sebelah warung Mbok Darmi.

“Mbok panti pijat itu rame juga ya? Bagaimana jika warung ini digabung juga melayani pijat? Pasti tambah laris,” usul Kang Brodin.

“Huuussh! Nggak ach. Biar sepi gini yang penting hasilnya barokah,” jawab Mbok Darmi sewot.
“Ini es tehnya Kang...!!,” sambungnya.

“Lho! Kenapa? Emang hasil dari panti pijat tidak barokah toh?,” tanya Kang Brodin.

“Ya lihat aja! Amati saja sendiri, apa yang dilakukan di dalam. Ntar kalo aku yang ngomong dikira iri,” saut Mbok Darmi.

“Emang ada apa si Mbok?,” tanya Kang Brodin penasaran.

Belum sempat dijawab, tiba-tiba terdengar suara salam dari luar. “Assalamu’alaikum...,” terlihat wajah Cak Hasan nyebul dari luar pintu warung Mbok Darmi.

Wa’alaikusalam.........,” jawab Kang Brodin dan Mbok Darmi.

“Monggo Cak, apa juga mau pesen es teh juga atau kopi?,” tanya Mbok Darmi.

“Aku pesen kopi manis aja Mbok,” jawabnya.

”Tumben Kang Brodin sudah sampai di sini duluan. Biasanya paling akhir muncul,” ledek Cak Hasan pada Kang Brodin.

”Ya sekali-kali khan boleh Cak. Masak terus-terusan datang paling akhir,” belanya.

”Eh... Cak tahu nggak, kata si Mbok hasil dari kerja di panti pijat itu tidak barokah,” sambung Kang Brodin.

”Ach.... tahu dari mana?,” tanyanya.

”Kata si Mbok,”

”Trus alasannya si Mbok apa?,”

”Ya.... nggak tahu. Aku juga belum sempat tanya, trus pean datang,”

”Ada apa bisik-bisik? Ini kopi manisnya Cak,” kata Mbok Darmi membuyarkan lamunan keduanya.

”Ah.... nggak Mbok. Itu lho, kata Mbok hasil dari panti pijat nggak barokah, maksudnya gimana sich?,” tanya Cak Hasan.

”Oh.... itu toh. Makanya aku tadi sama Kang Brodin sudah wanti-wanti, jangan-jangan kalo nanti aku yang ngomong dikira iri, tidak suka sama orang yang usahanya laris manis. Yang penting buktikan sendiri apa maksud omongan saya! Daripada aku dicap yang tidak baik,” kilah Mbok Darmi.

”Waduh Mbok, kok tanbah mbulet ngene toh!,” ujar Cak Hasan seraya meminum kopi panasnya itu.

”Ah.... aku punya akal. Gimana kalau kita suruh Markuat aja mencoba untuk pijat. Dia khan lama tidak di sini. Ia khan di Surabaya dan nati sore dia pasti pulang,” usul Kang Brodin.

“Iya kalo dia mau?,” saut si Mbok.

”Ya kita coba. Jika perlu kita beri pengertian, apa saja yang terjadi di dalam panti tersebut,” kata Cak Hasan.

Setelah usul itu diterima, akhirnya mereka melanjutkan ngobrol yang lainnya. Kemudian mereka bubaran setelah lama nongkrong di warung Mbok Darmi. Gantian dengan pembeli lainnya. Jam terus berputar. Siang mulai berganti sore dan kemudian malam hari.

Terlihat Cak Hasan dan Kang Brodin sudah ada di warung Mbok Darmi. Sambil ngobrol, mereka menunggu kedatangan Markuat. Sejenak kemudian yang ditunggu datang. Setelah diberi instruksi dan penjelasan seperlunya, Markuat pun masuk ke panti pijat tersebut.

Setengah jam berlalu, Markuat belum terlihat ada tanda-tanda keluar. Cak Hasan dan Kang Brodin lagi asyik ngobrol sambil menikmati pisang goreng. ”Uuupssh.........!!! Acchhh...!!!,” Cak Hasan menghempaskan asap rokok kuat-kuat.

”Nah... itu dia yang kita tunggu!,” seru Kang Brodin saat melihat Markuat keluar dari panti pijat itu, setelah sekitar satu jam menunggu. Terlihat Markuat berjalan menuju warungnya Mbok Darmi.

Belum sempat ia masuk dan duduk, sudah disemprot dengan berbagai pertanyaan dari Mbok Darmi, Cak Hasan danKang Brodin. ”Wis Cak Hasan duluan yang tanya,” usul Mbok Darmi.

”Wis duduk dulu, Mbok sediakan minuman ben ra gobyos koyo ngene. Wong dipijet kok malah gemeteran koyo’ ngene,” pinta Cak Hasan sama Mbok Darmi.

Mbok Darmi bergegas mengambil air putih dan langsung diberikan pada Markuat. Ia la langsung meminumnya hingga habis. ”Lho.... lho... kok koyo’ diuber maling. Minum langsung habis. Ada apa toh Mar?,” tanya Kang Brodin penasaran.

”Wis gawat... gawat.... kampung iki sudah mulai ada prostitusi terselubung. Sudah seperti di kota metropolitan,” ujar Markuat dengan gemetaran.

”Maksudnya gimana?,” sambung Cak Hasan.

”Yaitu, di panti itu ada pelayanan esek-esek. Selain pemijatnya muda dan cantik-cantik, ia juga siap ’dipijat’,” kata Markuat.

”Bahkan mereka juga bisa diajak mandi bareng setelah acara pijat-memijat. Soalnya aku tadi juga sempat diajak. Untung aku masih eling yen masuk ke situ nggowo misi tadi he.... he... he...,” kata Markuat yang sudah bisa tertawa.

”Kamu itu bisa aja Mar.... Mar...!! tapi enak toh,” kata Mbok Darmi.

“Lho bener Mbok. Siapa sich laki-laki normal yang melihat itu tidak tergiur. Apalagi mereka yang nawari. Jadi apa yang dikatakan Mbok Darmi itu benar, tidak barokah. Nah itu sekarang terserah dari pean-pean semua, enaknya gimana?,” kata Markuat.

”Apalagi jarak dengan lokasi Ponpes hanya sekitar sekilo, ini akan merusak predikat kota Jombang sebagai ’mbahe’ kota santri,” lanjut Markuat.

”Wah... bisa jadi memilih tempat dekat Ponpes khan orang tidak akan menyangka,” ujar Cak Hasan.

”Enaknya dilaporkan ke desa untuk memberikan peringatan. Jika sampai tiga kali peringatan tidak diindahkan, kita laporkan ke pihak yang berwajib. Nah jika dari aparat penegak tidak ada action, maka ya warga yang akan bertindak. Soalnya itu akan merusak moral generasi muda di sini,” usul Mbok Darmi.

“Cerdas..........!!!,” kata Cak Hasan singkat.

”Pintar.......!!,” tambah Kang Brodin.

”Setuju.....!!!!,” pungkas Markuat. ***