BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini

BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini
PMC Cell - Master Pulsa Electric

Menggapai Kemuliaan Muslimah dengan Bimbingan Salaful Ummah

Senin, 22 Februari 2010

Jombang Pesta Sejuta Buku

Dengan bermottokan Pesta Jombang Sejuta Buku, Dengan Buku Genggam Dunia, Three GP_roduction Yogyakarta menggelar Pesta Sejuta Buku di GOR Merdeka Jombang, Jum’at – Kamis (12 – 18 Maret 2010). Pesta buku dibuka mulai jam 09.00 – 21.00 WIB.


Selain itu, dalam Pesta Jombang Sejuta Buku ini juga memberikan diskon hingga 80 %, dengan menghadirkan 200 penerbit nasional yang menjual buku dengan harga yang super murah.


Acara ini juga memberikan kuis bagi pengunjung, temu penulis, talkshow, A Tribute To Gus Dur (Malam Puisi dan Seni, Titip Salam Untuk Gus Dur), da berbagai perlombaan yang tentunya diharapkan dapat mencuri perhatian masyarakat Jombang.



Rabu, 30 Desember 2009

Gus Dur Wafat

KOMUNITAS PENULIS JOMBANG
[K P J]

Mengucapkan
Innalillahi wainna ilaihi rojiun,
Turut Berduka Atas Meninggalnya

KH. Abdurrahman Wachid
(Gus Dur)


di RSCM Jakarta
Rabu, 30 Desember 2009 Jam 18.45 WIB
Semoga amal ibadahnya diterima di sisi Allah SWT dan Segala Kesalahannya diampuni Allah SWT

Kamis, 17 Desember 2009

Upin-Ipin, Ide Kreatif Berdampak Positif

Jika selama ini anak-anak kita disuguhi dengan tayangan yang penuh dengan adegan kekerasan, berbau pornografi semacam Power Ranger, Boneka Shin Chan, dan sejenisnya. Kini tampil si tengah-tengah kita kelucuan yang sekaligus mendidik, Upin dan Ipin. Kartun ini, bisa jadi akan menggeser 'kartun' asal Indonesia Si-Unyil. Padahal, jika dilihat, hampir sama.

Meski produk tersebut berasal dari tangan-tangan kreatif negeri Jiran, Malaysia tapi patut dijadikan tontonan bagi anak-anak di Indonesia. Tidak hanya pesan-pesan religius yang ditonjolkan di sini. Padahal, sebelum Upin dan Ipin muncul, Indonesia telah terlebih dahulu memiliki film sejenis, yakni Si Unyil. Sayangnya, film yang sempat mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia, saat masih tayang di TVRI itu, tidak dikelola dengan baik.

Artinya, dari segi setting dan sejenisnya monoton. Seandainya film itu dikemas dalam kepingan VCD pasti masih mendapat tempat. Karena saat ini, orang tua sudah mulai memikirkan tayangan yang pas dan cocok dengan usia mereka, sehingga tidak terjebak pada film-film yang mengumbar kekerasan yang ujung-ujungnya anak melakukan 'perlawanan' terhadap apa yang dikatakan orang tua.

Disinilah, siapa yang sedang berkecimpung di film tersebut diharapkan dapat memberikan muatan-muatan yang mendidik dan dikemas dengan kondisi yang terjadi saat ini. Harapannya anak tidak bosan dan dapat menerima apa yang dimaksud dalam cerita tersebut. Jika tidak, maka anak-anak yang sebagai generasi penerus akan 'dicekoki' dengan tayangan-tayangan yang berbau pornografi dan tayangan kekerasan setiap jamnya.

Ini merupakan tantangan dari produser untuk lebih kreatif lagi dalam membuat suatu tayangan yang berbasis anak-anak, yang sekaligus menggabungkan antara kesenangan, pendidikan, hiburan, dan pesan-pesan moral yang ada dalam setiap episode-nya.

Rabu, 16 Desember 2009

Membongkar Kejahatan AS (4)


ANTHRAX JUGA BUATAN AS


Mau tahu “penyakit” apa saja yang diciptakan Amerika ? Ternyata, penyakit anthrax untuk sapi yang bisa menewaskan manusia juga hasil pengembangan AS. Bahkan termasuk penyakit syphilis, Jerry D Gray, berikut lanjutan tulisan tersebut.


Pada Awal 1940-an

Amerika Serikat dan Inggris mulai melakukan kerjasama dalam pengembangan “Bom Anthrax” yang mereka rencanakan untuk dijatuhkan di kota-kota di Jerman. Target potensial termasuk juga Berlin, Hamburg, Frankfurt, Aachen dan Wilhelmshafen.


Karena Jerman menyerah sebelum bom-bom anthrax ini diuji pada penduduk Jerman, (target non militer) bom biologis itu kemudian dijatuhkan di pedesaan Gurnard, sebuah pulau di sebelah barat laut Skotlandia. Sebagian besar sapi dan penduduk desa mengidap penyakit parah dan kemudian tewas, dan pulau tersebut tak berpenghuni hingga lebih dari 45 tahun.


Saya merasa bahwa bom-bom tersebut secara khusus diciptakan untuk musuh (Jerman). Jenis manusia seperti apakah yang ingin menghapuskan seluruh penduduk hanya untuk mencoba sejenis bom di akhir perang dunia kedua? Jawabannya sangat mudah. Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris pada saat itu jelas bukanlah manusia.


Apakah Anda sudah mulai mendapatkan gambaran yang jelas? Pemimpin kita, yang telah kita pilih untuk menduduki jabatan itu, bukanlah manusia dan tidak memiliki perhatian terhadap kehidupan manusia, hanya bibir mereka yang mengatakan bahwa mereka peduli, sementara tindakan mereka memperlihatkan hal yang berbeda.

Pada akhir masa Perang Dunia II, Amerika Serikat mempekerjakan ratusan dokter-dokter Nazi dan Jepang yang telah melakukan eksperimen-eksperimen yang sadistis dan tidak manusiawi terhadap para tahanan perang. Tentara Amerika adalah diantara yang menjadi korban eksperimen mereka.


Salah satu dokter sadis yang telah melakukan berbagai kejahatan terhadap manusia melalui eksperimen-eksperimennya adalah Direktur Angkatan Bersenjata Kerajaan Jepang unit perang-biologi, Dr. Ishii. Dokter inilah yang memerintahkan penggunaan agen-agen kimia dan biologi terhadap tahanan perang tentara Amerika, Inggris, Australia, Rusia, dan Cina.


Ishii bereksperimen dengan syphilis, typhoid-laced tomatoes, tetanus, plague-infected fleas, selain juga bom-bom bibit penyakit yang dijatuhkan ke penduduk sipil dan tahanan yang diikat telanjang di tiang kayu. Mereka yang mampu bertahan dari eksperimen ini kemudian dibedah untuk diteliti tanpa anestesi, oleh Dr. Shiro Ishii yang kejam dan tak berperikemanusiaan. Angkatan Bersenjata Amerika Serikat dengan semangat mengangkatnya sebagai stafnya.


Pemerintah Amerika Serikat sangat puas menggunakan keahlian Dr. Shiro. Suatu perjanjian kemudian disusun oleh Jenderal Douglas Macarthur. Ishii kemudian menjadi dosen undangan di Angkatan Darat Amerika Serikat di Pusat Senjata-Biologi di Frederick Maryland Amerika Serikat. Angkatan Darat Amerika Serikat juga mendapat lebih dari 10.000 halaman “hasil penemuan” Ishii. Bukan suatu perjanjian yang buruk bagi seorang penjahat perang. Bergabung dengan lembaga penelitian rahasia Pemerintah Amerika Serikat, dibayar mahal, dan hidup dengan tenang tanpa harus khawatir akan disidangkan sebagai penjahat perang. [bersambung]

Selasa, 15 Desember 2009

Prita - Sang Pahlawan Keadilan Pendobrak Kebobrokan

Sungguh sangat tragis kondisi moral bangsa ini, bagaimana tidak, hanya gara-gara 'curhat' lewat dunia maya harus menanggung denda Rp 204 juta. Ini yang lagi 'mendem' yang minta denda atau pengadilan yang memutuskannya?

Prita Mulyasari, sekarang bak selebriti, hampir tiap hari muncul di layar televisi kemudian menghiasi berbagai media cetak. Padahal, sebelumnya, tidak ada yang kenal dirinya, kecuali kerabat dan teman dekatnya. Tapi kini, dalam sekejap, gara-gara email senilai Rp 204 juta, hampir seluruh dunia mengetahuinya.

Perjuangan sosok Prita, yang hanya seorang wanita biasa ini patut mendapatkan julukan 'Pahlawan Keadilan'. Ia mampu 'menyihir' pola pikir masyarakat, menggerakan masyarakat hampir seluruh Indonesia untuk menggumpulkan koin peduli 'nasib' Prita. Jika kita boleh berandai-andai, seandainya tidak ada kasus prita, mungkin tidak ada koin peduli, koin keadilan yang merupakan simbol 'perlawanan' rakyat jelata terhadap ketidakadilan yang dialami rakyat kecil.

Suatu hal yang sangat memalukan kondisi penegak hukum di Indonesia, bahkan lebih tepatnya mencoreng nama lembaga yang selama ini menjadi tempat pencari keadilan. Semuanya seakan telah sirna. Sementara itu, dari pihak RS OMNI pun sudah merasakan perlawanan dari masyarakat yang 'dijajah' haknya dan bersatu melawannya. Sehingga mereka mencabut gugatan perdatanya. Dicabut atau tidak, ini merupakan citra buruk dari RS OMNI itu sendiri. Atau mungkin juga saat ini RS OMNI lagi sepi akibat dari 'luka' yang ditimbulkan oleh ulahnya sendiri, sehingga mereka melakukan pencabutan gugatan perdata tersebut.

Saat ini masyarakat sudah tidak mau dibodohi lagi, rakyat sudah tahu mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang harus dibela dan mana yang harus dicerca.

Malu. Itulah mungkin yang dialami RS OMNI International, yang akhirnya kemudian memutuskan untuk mencabut gugatannya. Ia malu, bagaimana dendanya itu hanya dihargai oleh koin-koin yang dikumpulkan -mungkin juga- di pinggir-pinggir jalan.

KOIN MENGHILANG
Entah kebetulan atau tidak, semenjak adanya koin peduli Prita, seakan-akan koin yang beredar di masyarakat semakin sedikit jumlahnya alias menghilang. Bahkan banyak pedagang yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan uang recehan (koin) tersebut.

Ini juga bisa jadi akibat adanya aksi besar-besaran untuk menggalang dukungan terhadap nasib Prita Mulyasari dalam bentuk pengumpulan koin peduli. Masyarakat juga mulai berani menyuarakan kebenaran dan keadilan, meski tidak jarang, mereka harus berhadapan dengan 'bogem' mentah dari aparat.

Suara keadilan dari seorang rakyat jelata jelas menunjukkan akan sangat mengerikan jika rakyat kecil secara bersama-sama (bersatu) melawan penegak hukum untuk mendapatkan keadilan yang selama ini jauh dari kehidupan mereka. Contoh kecil beberapa kasus yang membuat kita tertawa geli, seorang koruptor yang telah menghabiskan uang rakyat hukumannya sangat tidak sesuai dengan apa yang diperbuatnya. Belum lagi tempat penahanannya pun 'sangat istimewa'. Tidak jarang mereka masih bisa membawa handphone, atau menikmati berbagai acara di televisi.

tidak demikian dengan nasib rakyat jelata. Gara-gara sebutir buah kakao, mereka berhadapan dengan penegak hukum, kemudian juga gara-gara mengisi batrei handphone yang berada dalam apartemen yang ditempatinya, penghuni ini diteriaki maling.

Ya.... begitulah nasib wong cilik, rakyat jelata, atau apalah namanya, yang pasti keadilan di Indonesia belum dapat dikatakan adil yang sebenarnya. Beberapa diantaranya, keadilan itu milik orang kaya, berduit, mobil mewah, dan sejenisnya.

Senin, 14 Desember 2009

Membongkar Kejahatan AS Dalam Bidang Kesehatan (3)

Dunia Dibohongi Terus-Menerus


Dalam upaya mewujudkan tatanan dunia baru, AS tak segan-segan memusnahkan manusia, tak kecuali penduduknya sendiri. Mengapa ? JERRY D Gray, wartawan, peneliti, penulis buku dan mantan Angkatan Udara AS ini membeberkan dalam sebuah seminar di Naturaid Agrobisnis Centre Jombang, agar kita semua berhati-hati. Berikut ini lanjutan tulisannya :


Banyak korban eksperimen- eksperimen awal senjata biologi di Amerika adalah orang-orang Amerika sendiri (laboratorium kelinci percobaan putih). Korban-korban dari program biologi ini termasuk juga ribuan tentara Amerika yang terkontaminasi lewisite, phosgene, dan bom khlor. Uji coba-uji coba ini berhasil dengan baik dan menimbulkan banyak tentara sakit atau tewas. Sebagai dampak langsung dari hal ini, Angkatan Bersenjata Amerika Serikat dan Inggris antara tahun 1916 dan 1918 telah menggunakan 125.000 ton phosgene, mustard gas, dan khlor dalam proyektil yang digunakan untuk melawan tentara Jerman dan menimbulkan kurang lebih 400.000 tewas.


Inggris dan Amerika Serikat sangat senang menggunakan phosgene, yang memiliki konsentrat yang mematikan 1/8 dari jumlah gas khlor dapat menimbulkan kematian yang hebat. Pertama-tama seorang tentara yang menghirupnya akan batuk beberapa kali, dan kemudian terus tanpa henti. Setelah lebih dari 48 jam, paru-parunya akan mulai pecah dan ia akan menghirup darah dan cairan-cairan tubuhnya sendiri.


Pada Juni 1916, dalam Perang Somme, kekuatan sekutu menggunakan kombinasi gas phosgene dan khlor sepanjang 17 mil (27,3 km) didepan, yang kemudian menyebar sepanjang 12 mil (19,3 km) di belakang garis pertahanan Jerman membunuh semua orang dan semua hal.


Hal yang disukai lainnya adalah gas mustard. Mulanya, gas mustard, akan menimbulkan iritasi kecil pada mata dan tenggorokan korban, yang kemudian bertambah parah disertai rasa sakit yang dahsyat. Gas mustard adalah agen panas yang melepuhkan, dan menimbulkan pendarahan dan luka-luka dikulit juga paru-paru dan mata. Korban akan menjadi buta, dan potongan-potongan besar kulitnya akan berjatuhan.


Sepanjang tahun 1920-an dan 1930-an, Angkatan Bersenjata Amerika Serikat menggunakan gas mustard terhadap laki-laki, perempuan, dan anak-anak di Filipina dan Puerto Rico yang menentang pendudukan Amerika Serikat. Hal ini terbukti merupakan cara yang sangat efektif untuk mengendalikan massa. Semprot para demonstran dengan gas mustard , bunuh mereka semua. Hari berikutnya sudah tidak ada seorangpun yang menentang. Apakah pikiran saya yang sesat, atau hal ini merupakan suatu kasus hak asasi manusia ?


Sejak tahun 1738 hingga 1930-an Amerika Serikat telah menyemprotkan gas dan menyebarkan hampir kepada siapa saja yang mereka tidak sukai, atau yang mereka anggap penting bagi pengembangan program persenjataan biologi dan kimia atas nama ilmu dan agresi. Dunia telah dibohongi terus menerus oleh Amerika Serikat dan sekutunya. “Mengapa anda masih memercayai mereka hingga hari ini?” Tanya Jerry D Gray.


Protokol 1925 (lelucon) disusun untuk melarang penggunaan gas pencekik, beracun, atau lainnya, dan metode-metode perang menggunakan bakteriologi dimaksudkan untuk melindungi kita dari senjata pemusnah massal ini. Tapi kita semua salah…


Pada tahun 1925 pada Konferensi Jenewa bagi Pengawasan Lalu Lintas International atas Senjata (Supervision of the International Traffic in Arms), seperti biasa Amerika Serikat mengambil inisiatif untuk melarang ekspor gas-gas bagi penggunaan dalam peperangan. Atas saran Prancis, diputuskan agar disusun suatu protokol dalam hal dilarangnya penggunaan gas-gas beracun. Dan atas saran Polandia, pelarangan diperluas hingga penggunaan senjata biologi. Ditandatangani pada 17 Juni 1925, Protokol Jenewa menyatakan pelarangan yang sebelumnya tertuang dalam pakta Versailles dan Washington, dan menambah pelarangan dalam hal perang biologi.


Di tahun 1931, Dr. Cornelius Rhoads, seorang agen pemerintah yang dikontrak oleh Rockefeller Institute for Medical Investigation, mulai menginfeksi laki-laki, perempuan, dan anak-anak dengan sel-sel kanker. Berikutnya, sebagai Ketua Divisi Senjata Biologi Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, dan juga sebagai anggota Komisi Energi Atom, Rhoads menjalankan percobaan radiasi rahasia yang dilakukan terhadap ribuan warga AS yang tidak dicurigai.


Dalam surat-suratnya untuk Departemen Pertahanan, Rhoads secara gamblang menyebutkan “pembasmian” para pemberontak dengan menggunakan “Bom Kuman”. Pada saat ditanya mengenai penduduk Puerto Rico, Dr. Rhoads menulis, “Yang dibutuhkan kepulauan itu bukanlah pekerjaan bagi kesehatan umum, tetapi sebuah ombak pasang,yang dapat menghabiskan seluruh populasi”.


Dr. Rhoads lebih lanjut mengatakan, “Orang-orang Puerto Rico adalah ras manusia yang paling jorok, paling malas, dan paling berbahaya dan ras pencuri yang pernah hidup dibumi ini. Saya telah melakukan yang terbaik yang saya mampu untuk melakukan proses pemusnahan, dengan melakukan pembunuhan terhadap 8 dan mentransplantasi kanker ke beberapa lagi….Semua ahli kesehatan menerimanya dengan senang hati dalam penyiksaan atas korban yang tak berdaya.” Dr. Rhoads mengklaim telah menginjeksi ratusan orang Puerto Rico dengan sel kanker.


Dr. Rhoads berasosiasi dengan the Rockefeller Institute, sebuah institusi yang dikenal telah memberikan ijinnya untuk melakukan pembunuhan massal terhadap ras-ras non kulit putih, dengan secara sengaja dan sadistis menginjeksi kuman-kuman mematikan. Dia bukan satu-satunya dokter yang berada dalam daftar gaji Rockefeller yang dipertanyakan tujuan dan niatnya.


Pada 1931, Pemerintah Amerika Serikat mulai melakukan eksperimen dengan Siphilis. Korban pertama yang dikenal adalah seorang kulit hitam yang tinggal di Tuskegee, Alabama. Di tahun 1932, dokter-dokter pada Pelayanan Kesehatan Umum tidak melakukan pengobatan terhadap pasien yang terinfeksi dalam rangka mempelajari perkembangan penyakit tersebut pada subjek hidup. Para pasien tidak mengetahui bahwa mereka dijadikan eksperimen pada studi yang diakui secara resmi oleh pemerintah itu. Mereka pikir mereka mendapatkan pengobatan untuk penyakitnya. Padahal, mereka diberi obat-obatan palsu (misalnya gula, baking powder, dsb)

Sepuluh tahun berikutnya, ribuan warga Amerika terekspos berbagai macam agen biologi dan kimia. Ini termasuk 400 tahanan di penjara Chicago pada tahun 1942. mereka semua terinfeksi malaria dalam rangka memperoleh “profil dari penyakit tersebut”.


Pemerintah Amerika Serikat juga memberikan ijin bagi Komisi Energi Amerika untuk secara rahasia menginjeksi pasien-pasien rumah sakit dengan Plutonium agar mendapatkan “profil” efek jangka panjang. Sebagian besar individu ini menjadi sakit parah dan kemudian meninggal. [Bersambung]

Minggu, 22 November 2009

Membongkar Kejahatan AS (2)

Upaya Merusak Kesehatan Manusia

Upaya Amerika merusak kesehatan manusia, bukan cuma melalui virus flu burung. Tapi bisa juga flu babi yang sempat menggegerkan dunia beberapa waktu lalu. Yang sangat aneh, seperti yang terjadi di Indonesia. Flu babi cuma menyerang sejumlah santri di Pondok Pesantren besar. JERRY D Gray, muallaf warga AS yang kini proses kewarganegaraan RI ini dalam seminar di Naturaid Agrobisnis Centre, Jombang mengungkapkan penyebaran virus bisa melalui berbagai cara, termasuk terakhir ini melalui pesawat udara khusus. “Kebiadapan” AS dalam upaya penyebaran kuman-kuman penyakit kepada manusia, dibeberkan sebagai berikut :


SEBELUM Amerika Serikat terbentuk menjadi sebuah Negara, kekuatan yang mengatur dan mengendalikan tanah yang baru tersebut adalah terorisme, pemusnahan massal, dan perang biologi melalui penyebaran kuman-kuman dan penyakit-penyakit terhadap penduduk aslinya. Salah satu penyerangan yang tercatat dalam sejarah adalah yang dilakukan oleh Jenderal Jeffrey Amherst.

Beberapa data yang tertuang dalam the Atlas of the North American Indian, dan the Conspiracy of Pontiac and the Indian War after the Conquest of Canada, menunjukkan bahwa pahlawan militer yang terkenal ini, telah “menyetujui” pendistribusian selimut dan sapu tangan yang telah terkontaminasi bibit cacar untuk digunakan sebagai alat perang wabah penyakit terhadap Indian Amerika. Bahkan, ada bukti tertulis berupa surat yang ditulis sendiri oleh Jeffrey Amherst.

Dalam suratnya kepada Kolonel Henry Bouquet, Komandan Angkatan Bersenjata Inggris, Jenderal Amherst bertanya, “Tidak bisakah diatur suatu cara bagi pengiriman bibit campak kepada suku-suku Indian yang tidak menyenangkan itu ? Dalam hal ini kita harus menggunakan strategi untuk dapat mengurangi jumlah mereka.” Bouquet menjawab, “Saya akan mencoba untuk menularkan penyakit tersebut kepada mereka melalui selimut-selimut yang akan jatuh ke tangan mereka, dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak ikut tertular.”

Sangat jelas terdokumentasikan dalam catatan milik William Trent, tertanggal 24 Mei 1763, seorang komandan militer lokal dari Pittsburgh. “Kami memberi mereka dua selimut dan sebuah sapu tangan yang kami ambil dari Small Pox Hospital. Saya harap itu akan menimbulkan dampak yang diharapkan.” Epidemi cacar secara cepat tersebar di antara lelaki, wanita, dan anak-anak suku Pontiac.

Jenderal Amherst sangat terkesan atas hasil yang sangat efektif pada perang kuman tersebut. Sehingga dalam suratnya kepada Kolonel Henry Bouquet tertanggal 16 Juli 1763, dia mengesahkan perang biologi sebagai kebijakan resmi Amerika dan memerintahkan penyebaran selimut-selimut yang terinfeksi campak untuk “memusnahkan para Indian” dan menyarankan agar Bouquet “mencoba metode-metode lain yang dapat memusnahkan ras yang buruk ini.” Dalam suratnya tertanggal 26 Juli 1763, Bouquet menjawab surat Amherst dan mengonfirmasi bahwa “seluruh petunjuk anda akan kami perhatikan.”

Seratus tahun kemudian, secara berkala, penggunaan kuman sebagai senjata dalam peperangan telah menjadi kebijakan AS. Secara berkala, sepanjang abad ke-19, angkatan bersenjata AS menyebarkan selimut-selimut dan benda-benda lain yang telah terkontaminasi bibit penyakit kepada suku asli Amerika, termasuk mereka yang telah ditahan di kamp-kamp konsentrasi (Pemerintah secara resmi menyebut lokasi ini sebagai “wilayah reservasi/reservations”). Tujuan dari serangan biologi ini adalah untuk memusnahkan dan membunuh sebanyak mungkin Indian Amerika, jika tidak menghancurkan mereka semua.

Agen penyebar penyakit yang digunakan tercatat dalam sejara bukan hanya cacar. Saat ini, merekapun menggunakan Variola, yang dapat disimpan dalam kondisi kering, juga kolera dan cacar. Metode penyebaran yang mereka pilih masih melalui penyebaran selimut-selimut dan alat-alat lain yang didistribusikan kepada para Indian.

Di tahun 1900, angkatan bersenjata Amerika Serikat mulai bereksperimen dengan berbagai senjata biologi, sebagian diantaranya digunakan pada tahanan perang baik warga Amerika maupun asing. Para korban termasuk lima orang tahanan warga Filipina yang tercemar berbagai macam jenis penyakit, dan 29 tahanan yang secara sengaja ditularkan penyakit beri-beri.

Di tahun 1915, agen-agen pemerintah mulai melakukan percobaan dengan racun-racun yang dapat menyerang dan menghancurkan otak dan system syaraf pusat. Dua belas orang Amerika yang di tahan di penjara Mississippi tercemar pellagra (kekurangan Vitamin B3 atau niacin).

Pengembangan atau percobaan-percobaan yang intensif atas senjata kimia dan biologi, telah dilakukan secara rutin di Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman.

Dikatakan bahwa sejarah perang biologi dimulai oleh Fritz Haber, seorang ahli kimia terkenal, yang telah mengembangkan gas-gas beracun untuk Jerman selama Perang Dunia Pertama. Sebelumnya, Haber sudah dikenal karena keberhasilannya menemukan proses penyulingan nitrat yang dapat digunakan untuk membuat bahan peledak ataupun pupuk. Selama Perang Dunia Pertama, ia mendedikasikan dirinya bagi pengembangan gas beracun yang dapat dengan mudah membunuh manusia yang bersembunyi di lubang-lubang persembunyian. Gas-gas beracun sudah sangat banyak jumlahnya. Apa yang diusahakan oleh Haver adalah suatu racun yang dapat disebarkan sacara sempurna dalam medan peperangan. Haber melakukan pekerjaannya di Institut Berlin, dan mulai melakukan penyulingan gas khlor, yang tak berapa lama kemudian dilakukan percobaan dalam suatu medan perang.

Pada tahun 1919 dia dianugerahi penghargaan Nobel dalam bidang kimia. Namun demikian, ada bukti sejarah yang menyatakan bahwa Perang Kimia sebenarnya dimulai di Amerika Serikat. Pada tahun 1862, Edwin Stanton, Menteri Peperangan masa Presiden Lincoln, menerima sebuah proposal mengenai Perang Kimia dari Mr. John Doughty dari New York, yang didalamnya digambarkan pula suatu bentuk senjata pengebom. Mr. Doughty menulis , “Diatas ini adalah sebuah proyektil yang telah saya rancang untuk menyerang musuh. Sangat mengerikan apa yang dapat dilakukannya terhadap alat pernafasan, bahkan dalam jumlah yang sangat sedikit saja dapat menimbulkan batuk yang tak terkendali dan tak terhenti. Sebuah proyektil memuat dua atau tiga quart (1 quart = 0.9463 liter) cairan khlor berisi berkubik-kubik gas.

Dia terus menjelaskan panjang lebar menggambarkan potensi dari bom kimianya terhadap kapal-kapal, kota-kota, manusia ditempat persembunyian. “Atas pertanyaan moral yang timbul, saya menemukan jawaban yang agak paradoks, bahwa penggunaannya dapat mengurangi rasa kesukaan atas suatu peperangan dan mengarahkan konflik ke dalam penyelesaian yang lebih tuntas dan berkepastian.” [bersambung]