Puasa… puasa… sebentar lagi puasa… Ach! Itu mah biasa. Wong cuma nahan makan minum, merokok antara Imsyak hingga Maghrib. Benarkah puasa hanya menahan itu doang?
SIANG itu warung Mbok Darmi terlihat tiak seperti biasanya. Sejak pagi pintu warung itu tertutup rapat, tidak ada aktifitas memasak dan menerima pembeli. Hingga sore menjelang Maghrib mulai terlihat ia riwa-riwi membuka warungnya. Saat Maghrib, ia tutup warungnya untuk melaksanakan sholat Maghrib di masjid yang tidak jauh dari warungnya. Kemudia dilanjutkan dengan sholat Isya’ dan Tarawih.
Usai sholat Tarawih, ia kemudian menuju warungnya dan membuka. Awalnya memang tampak sepi, karena mereka masih tadarus Al-Qur’an di surau dan masjid-masjid.
Mbok Darmi menata dagangannya, sambil memanaskan air di panci. Ia mondar-mandir, seraya menikmati hiburan sinetron di televisi kesayangannya.
Sejenak kemudian, datang salah satu langganan warungnya Cak Hasan.
”Assalamu’alaikum.....!,” ucap Cak Hasan.
”Wa’alaikumsalam....!!,” jawab Mbok Darmi dari dalam warungnya.
”E...... Cak Hasan monggo Cak, mau pesen apa nich?,” tanya Mbok Darmi.
”Itu aja Mbok, kopi manis. Wong ini juga sudah ada jajan di depanku,”
”Bentar ya Cak! Itu sambil nikmati hiburan televisi,” pinta Mbok Darmi.
”Iya Mbok. Tapi masak jaman sekarang sudah modern kok masih hitam putih?,” protes Cak Hasan.
”Lho Cak jangan salah! Tipi itu setidaknya juga mengurangi dosa dari pada yang warna,” protes Mbok Darmi.
”Maksudnya?,”
”Ya... iya lah! Ya kalau warna khan jelas seperti aslinya. Tapi jika hitam putih nggak jelas. Nah itu khan dosanya dikit kalo lihat,” jelas Mbok Darmi sambil tertawa cekiki’an.
”Masya Allah Mbok-Mbok! Kok ya sempat-sempatnya mikir seperti itu. Yang namanya dosa, ya tetap dosa. Meski dikit tapi kalau terus menerus ya sak gunung, Mbok,” ujar Cak Hasan.
”Iya tapi khan lama,” protesnya lagi.
”Ya terserah Mbok aja!,” kata Cak Hasan mengalah.
Sejenak warung itu hening.
”Ini kopinya! Jika kurang manis tuh ada gula di toples,” kata Mbok Darmi pada Cak Hasan.
”Terima kasih Mbok. Lha kok yang lainnya belum kesini ya?,” tanya Cak Hasan.
”Siapa toh? Kang Brodin, Seprul? Tuch sudah tampak dari kejauhan,” kata Mbok Darmi.
”Assalamu’alaikum.........!,” ucap mereka berdua.
”Wa’alaikumsalam.....! baru aja dirasani sama Cak Hasan eh dah nongol. Emang jodoh ya!,” ujar Mbok Darmi.
”Ya... iya lah... masak ya iya donk,” kata Seprul sekenanya.
”Mbok kopi dua ya, sama ini orang aneh dari planet nggak jelas. Uuuppsshhh! Ach.....!!!,” pinta Kang Brodin pada Mbok Darmi sambil mengepulkan asap rokok kuat-kuat.
”Wak kayaknya merdeka ya, seharian nggak bisa ngrokok,” ejek Cak Hasan.
”Iya kang, aku tersiksa dech. Masak seharian lidah pahit banget,” kata Kang Brodin.
”Aduh Kang-Kang. Masak puasa aja bingung. Innamal a’malu bin niyati,” jelas Cak Hasan.
”Apa’an tuch!,” seru Seprul.
”Sesungguhnya segala sesuatu (perbuatan) itu tergantung niatnya,” papar Cak Hasan.
”Maksudnya?,” tanya Kang Brodin singkat.
”Ini kopinya...,” sela Mbok Darmi diantara diskusi mereka.
”Maksudnya, semua perbuatan kita itu tergantung niatnya. Kalau kita niat puasa, ya maka harus meninggalkan segala yang membatalkan puasa. Sekarang ada yang keliru memandang masalah puasa,” ujar Cak Hasan.
”Keliru gimana?,” sela Mbok Darmi.
Puasa itu, jelas Cak Hasan, katanya menahan diri dari makan, minum, atau tidak merokok dan tidak melakukan hubungan suami istri kala siang hari. “Itu sudah kuno,” terangnya.
“Kuno gimana maksudmu Cak?,” kata Kang Brodin penasaran.
“Yang namanya puasa, tidak hanya itu. Yang lebih penting, bisa menahan dari iri, dengki, benci sama tetangga, dari hal-hal yang tidak pantas dan sebagainya,” jelasnya.
“Hal-hal yang tidak pantas?,” ganti Semprul yang bingung.
“Iya! Seperti melihat wanita yang bukan muhrimnya. Makanya ada hadits yang menyatakan, “Tundukkan pandanganmu terhadap wanita (yang bukan muhrimnya), kemudian terhadap siaran radio yang cenderung tidak ada manfaatnya, tayangan televisi, atau berita di media massa,” papar Cak Hasan.
“lha kok gitu ya?,” tanya Semprul masih penasaran.
“Iya dong, masak sejak dulu puasa kita nggak ada peningkatan. Ya setidaknya setelah bisa menahan dari makan, minum, ngrokok, dan tidak berhubungan suami-istri pada siang hari, kini dilanjutkan dengan tidak nonton tivi yang cenderung merusak puasa,” jelasnya.
“Memang puasa bisa rusak?,” tanya Mbok Darmi.
“Ya itu tadi perusak puasa Mbok. Makanya selama puasa kita harus bisa memilih dan memilah, mana yang dapat dijadikan tontonan dan mana yang dapat dijadikan tuntunan,” katanya.
“Jadi tivi ini, meski hitam putih juga bisa merusak puasa kita?,” Mbok Darmi terus bertanya.
“Iya Mbok, meski hitam putih jika yang dilihat itu tidak baik, juga tetap merusak puasa,”
“Lha terus? Digadaikan saja ya tivinya,” ujar Mbok Darmi.
“Ya ndak lha Mbok. Itu kan juga ada manfaatnya. Ya yang penting pintar-pintar aja milih acara. Itu aja kok kuncinya,” ungkap Cak Hasan.
“Ok Bos! Siap laksanakan perintah. Sehingga puasa kita selama sebulan tidak sia-sia. Alias hanya dapat lapar dan dahaga aja. Setidaknya ini ada tambahan ilmu yang tak dapat. Untuk itu, di awal Ramadhan ini, untuk kalian sekeluarga, nanti saat sahur dapat makan di sini gratis,” kata Mbok Darmi.
“Lho bener toh Mbok?,” tanya Semprul yang hobi banget sama hal yang berbau gratis.
“Iya... tapi untuk kalian bertiga dan keluarga. Tidak yang lain. Pasalnya kalian merupakan pelanggan setia warung Mbok,” katanya.
”Asyiiiiiiiiiiiiiiiiiikkkk! Makasih ya mbok,” kata Semprul.
”Makasih Mbok atas jamuan sahurnya nanti. Insya Allah nanti ibunya anak-anak tak ajak ke sini. Moga warung Mbok Darmi tambah barokah dan tambah rejekinya,” kata Kang Brodin.
”Iya Mbok aku juga turut mendo’akan moga rejeki Mbok tambah banyak dan diberi kesehatan oleh Allah,” kata Cak Hasan.
”Amiiin. Terima kasih semuanya,” kata Mbok Darmi. ***