BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini

BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini
PMC Cell - Master Pulsa Electric

Menggapai Kemuliaan Muslimah dengan Bimbingan Salaful Ummah

Selasa, 16 September 2008

Tragedi Zakat

Pelajaran Berharga Dari Pasuruan

Pembagian zakat yang dilakukan oleh H. Saikon warga Jl. Wahidin Pasuruan membawa petaka. Memang, tujuan awal pembagian tersebut sangat baik. Namun sangat disayangkan jika harus berakhir tragis. Sedikitnya 21 orang tewas, dan beberapa lainnya luka-luka. Hal ini menunjukan kemiskinan di Indonesia masih sangat tinggi.



INNALILLAHIWAINNAILAIHIROJI’UN. Itulah yang dikatakan Mbok Darmi yang saat itu menyaksikan dari layar kaca insiden saling injak dalam pembagian zakat di Pasuruan. Mbok Darmi pun hanya dapat mengelus dada melihat peristiwa itu.

Karena saat itu waktu masih sore, sekitar jam 15.30 WIB, belum terlihat langganan tetap yang biasa nongkrong di warungnya. Sebagian besar masih tadarus di masjid dan musholla. Biasanya mereka berkumul saat menjelang Maghrib untuk berbuka.

Mbok Darmi masih asyik dengan persiapan dagangannya, kemudian juga sambil sesekali pandangannya tertuju pada layar kaca yang hanya dua warna itu. Ia masih nggak habis pikir, hanya demi uang Rp 30.000 mereka rela berdesak-desakan dan dorong-mendorong. “Persis seperti kejadian pembagian bantuan langsung tunai (BLT). Mereka nggak bisa diatur, inginnya minta yang dulu,” pikir Mbok Darmi seorang diri.

Seandainya mereka bisa sabar dan antri, pikir si Mbok, mungkin kejadiannya nggak seperti ini. “Ini yang salah ya kedua-duanya. Tidak fair jika yang dijadikan tersangka hanya yang membagi dan penghuni rumah,” pikirnya terus nggak karu-karuan, seraya berharap Cak Hasan dan teman-temannya segera datang untuk diajak diskusi.

Apalagi saat ini tugasnya membersihkan dan menata dagangannya sudah selesai. Ia hanya melamun seorang diri. “Assalamu’alaikum…….!!!,” ucap beberapa orang dari luar secara bersamaan.

“Waalaikumsalam…..!!! eh Cak Hasan, Kang Brodin dan Markuat. Mari silakan masuk. Baru aja tak rasani seorang diri,” kata si Mbok.

”Emang bisa ya Mbok, ngrasani seorang diri. Perasaan jika ngrasani itu biasanya dua orang atau lebih lho!,” sindir Cak Hasan.

”Nah itulah kelebihan si Mbok yang bisa ngrasani seorang diri, jadi nggak dosa. He... he... he....,” katanya sambil tertawa.

”Emang ada apaan toh Mbok, kok sampai ngrasani segala?,” tanya Kang Brodin.

”Gini lho, aku tadi melihat berita. Masya Allah... masak pembagian zakat saja sampai menewaskan 21 orang yang antri. Sungguh mengerikan dan sangat tragis,” jelas si Mbok.

“Oh.... yang di Pasuruan itu toh?,” Markuat ikut menimpali.

“Iya bener. Itu gimana ya!,” seru Mbok Darmi.

“Kalo itu sich ya namanya musibah, gimana lagi. Mudah-mudahan tidak terjadi lagi di daerah lain. Kan ada lembaga atau badan yang menampung zakat, serahkan saja ke sana Insya Allah sampai ke tangan yang berhak,” kata Cak Hasan.

“Bukan gitu Cak, katanya khan lebih afdhol kalau kita memberikan sendiri zakat itu kepada yang berhak,” Mbok Darmi terus nguber dengan pertanyaan-pertanyaan yang sangat kritis.

“Iya sich Mbok, tapi kalau kejadiannya terus begini, bagaimana?,” Cak Hasan balik bertanya.

“Iya sich, tapi seharusnya khan ada solusi lain bagi yang ingin memberikan zakatnya langsung. Apalagi tadi penyiarnya juga ngomong seandainya ada larangan untuk tidak menyerahkan zakat secara langsung. Itu khan namanya sudah intervensi masalah agama,” papar Mbok lagi.

“Kalo larangan itu malah yang salah. Masak orang mau menyerahkan zakat yang merupakan kewajibannya sebagai seorang muslim kok dilarang. Ya menurut aku sich harus ada aturan dalam memberikan atau membagikan zakat, sehingga tidak seperti itu. Berjubel, kehabisan nafas, dorong-dorongan, dan akhirnya terjatuh dan terinjak-injak,” papar Cak Hasan.

“Trus siapa yang salah menurut Cak Hasan?,” tanya Markuat.

“Tidak ada yang salah, tidak ada yang benar,” jawabnya singkat.


”Lho kok gitu sich Cak?,” protes Mbok Darmi.

”Iya. Itu khan nurut aku. Maksudnya, wong orang yang membagikan zakat itu juga kepingin menunaikan kewajibannya, cuma kurang memperhatikan keselamatan penerima. Sementara yang menerima itu tidak tertib, seenaknya dengan dorong-dorongan, atau yang lainnya,” jelasnya.

”Terus gimana donk Cak solusinya?,” Mbok Darmi terus mencercahnya dengan pertanyaan.

”Ya ini lagi kalau menurut aku. Seharusnya yang memberi zakat itu seperti yang sejak awal tak sebutkan, bisa menyerahkan pada lembaga yang ada. Jika nggak mau, ada alternatif tidak perlu mengundang orang banyak. Wong itu khan niatnya ibadah, apa salahnya yang membagikan itu keliling kampung, sambil silaturrahmi ke rumah-rumah. Terus mereka memberikan amplop yang sudah diisi dengan zakat mal tersebut. Itu malah pahalanya lebih baik. Sudah mengeluarkan zakat, mau ngantar zakat itu langsung ke rumah-rumah yang berhak menerimanya,” jelasnya.

Kemudian, lanjutnya, yang datang pun seharusnya dapat sabar dan antri dengan tertib. Meskipun sudah ditata dengan baik, tanpa ada kesadaran dari yang datang pasti juga akan semrawut. ”Lihat saja pembagian BLT yang dijaga aparat, tetap saja berdesak-desakan dan ada juga yang tewas. Sekali lagi yang terpenting kesabaran dan budaya antri. Itu saja,” tambahnya.

”Setuju.................!!! Soalnya saat ini yang digunakan pasti kekuatan. Budaya sabar, malu dan antri sudah terkikis,” teriak Kang Brodin tiba-tiba, sehingga mengagetkan semua yang ada di warung itu.

”Atau bisa juga khan Cak, misalnya zakat mal daripada mubadzir lebih baik diberikan dalam bentuk usaha. Misalnya zakat dirupakan modal usaha, seperti dibelikan rombong, wajan, kompor dan lainnya untuk usaha jual gorengan. Ini khan juga bisa khan Cak?,” tanya Mbok Darmi.

”Ide yang cemerlang. Setidaknya dengan model seperti itu dapat meningkatkan ekonomi umat,” kata Cak Hasan menyambut baik ide Mbok Darmi.

”Dug.........dug............dug............. Allahu Akbar..... Allahu Akbar..........,” suara adzan terdengar di surau desa.

“Alhamdulillah..... waktunya berbuka. Ayo Mbok dikeluarkan semua. Setelah ini kita semua ke surau,” kata Cak Hasan.

Setelah semuanya selesai berbuka, semua telah siap-siap berangkan ke surau. Tidak ketinggalan Mbok Darmi juga beriap-siap. Cak Hasan dan teman-temannya ikut membereskan warung Mbok Darmi dan menutupnya. Kemudian semuanya menuju surau untuk sholat Maghrib yang dilanjutkan dengan menunggu sholat Isya’ dan tarawih. ***