BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini

BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini
PMC Cell - Master Pulsa Electric

Menggapai Kemuliaan Muslimah dengan Bimbingan Salaful Ummah

Minggu, 24 Juni 2007

Pitutur Mbok Darmi Wartawan Juga Buruh

PITUTUR MBOK D@RMI

Wartawan Juga Buruh
Oleh: CHATON MOCHAMMAD
Penulis adalah Alumni FE Univ. Darul 'Ulum Jombang, Koordinator Komunitas Penulis Lesehan (KOPEL) Jombang dan tergabung dalam Komunitas Penulis Jombang (KPJ)

Peringatan Hari Buruh se-Dunia tahun 2007 lain dari biasanya. Karena saat ini yang ikut memperingati pun bertambah, yakni insan pers dan karyawan bank atau karyawan jasa penerbangan. Emang jurnalis juga buruh?

MARKUAT beberapa bulan terakhir ini terlihat lain dari biasanya, ia lebih sering keluar rumah pagi-pagi. Kemudian pulangnya hampir larut malam. Teman-temannya agak heran dengan ulah Markuat, bahkan Mbok Darmi pun juga heran.

Suatu hari, saat malam semakin larut. Di warung Mbok Darmi telah berkumpul teman-teman Markuat. Mereka adalah Kang Brodin dan Semprul yang sedang asyik membicarakan tingkah ‘aneh’ Markuat.

“Kang, sekarang Markuat jarang kelihatan nongkrong di warung ini ya? Apa sich kesibukkannya?,” kata Semprul pada Kang Brodin seperti ingin mengorek informasi soal sahabat karibnya itu.

“Iya tuch! Sekarang ini jarang ngopi di warungku ini,” tambah Mbok Darmi seraya memberikan secangkir kopi pesanan Kang Brodin.

“Aku juga nggak tau tuch. Aku hampir nggak pernah ketemu. Paling-paling ketemu waktu berpapasan di jalan. Sepertinya ia sibuk dan terburu-buru,” jawab Kang Brodin.

“Apa ada salah satu keluarganya yang sakit kali,” tebak Mbok Darmi sekenanya.

“Mungkin juga!,” tegas Semprul, seperti menyetujui ucapan Mbok Darmi.

“Ya… nanti kalau ketemu tak coba nanya. Kalau memang ada saudaranya yang sakit kita nanti juga harus menjengguknya. Soalnya, bagaimanapun juga ia khan teman kita!,” ujar Kang Brodin.

Selang beberapa saat, suasana sepi. Mereka asyik dengan ngopi dan makan pisang goreng. Suasana sepertinya tidak seramai jika sahabat yang satunya, Markuat, juga nimbrung di warung itu. Jika Markuat ada, ia yang paling jago mencairkan suasana. Apalagi diskusi soal masalah yang lagi up to date, Markuat jagonya.

Setelah sekitar setengah jam terdiam, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang menyapanya. Mereka seperti ingat dengan suara yang menyapa itu.

“Hai kawan-kawan! Gimana kabarnya? Kok sepi, seperti di kuburan aja,” sapa Markuat yang baru datang bergabung.

“Hai… Mar! Panjang umurmu. Baru aja kami nggomongin soal kamu,” sambut Kang Brodin.

“Emang nggomongin aku soal apa? Yang penting nggak jeleknya nggak apa-apa?,” jawabnya sekenanya.

“Mbok kopi. Aku lagi ngantuk nich!,” pesan Markuat pada Mbok Darmi.

“Iya… sebentar ya!”

“Kok jarang mampir ke warung sini sich sekarang? Emang sudah ada tempat nongkrong baru ya!,” celetuk Mbok Darmi.

“Mbok ini ada-ada aja. Semua warung kopi sudah tak coba. Tapi rasanya… tidak sesedap kopinya si mbok,” canda Markuat.

“Lalu kemana dong sekarang, kok jarang kelihatan batang hidungnya,” sambung Mbok Darmi.

“Aduh si mbok, kalau batang hidungku bisa ditaruh, tak tempel di warung si mbok biar kelihatan terus batang hidungku,” Markuat terus menggoda Mbok Darmi. “Ma’af Mbok tadi guyon. Aku nggak kelihatan ya kerja Mbok. Nguripi anake wong, yo kudune kerjo, ben ra diuring-uring morotuwo,” jelas Markuat.

“Emang pean kerjo apa?,” tanya Kang Brodin yang sejak tadi menunggu waktu untuk nyletuk penasaran.

“Ya… itu lho, yang cari berita,” jawab Markuat.

“Ooooh… dadi pean iki wartawan toh!,” saut Semprul.

“Weleh….weleh….weleh…. kancane dewe ono sing dadi wartawan. Yen nggunu aku yo seneng,” tambah semprul.

“Terus kok akhir-akhir ini pean sangat sibuk itu kenapa?,” tanya Kang Brodin.

“Aku lagi mempersiapkan demonya konco-konco wartawan. Tanggal 1 Mei khan hari buruh se-dunia, jare bosone wong Londo Mayday,” jelas Markuat.

“Lalu apa hubungannya wartawan dengan hari buruh se-dunia?,” tanya Kang Brodin lagi karena bekum mengerti.

“Wartawan khan juga manusia. Dan wartawan juga buruh,” terang Markuat.

“Jadi sekarang yang demo tidak hanya buruh plastik, sepatu, chiki, atau sejenisnya. Karyawan bank dan wartawan-pun memperingati hari buruh se-dunia. Karena mereka juga buruh di perusahaan,” jelas Markuat panjang lebar.

Sementara, sambungnya, sebutan karyawan, pegawai dan sejenisnya itu hanya sebutan untuk memperhalus atau meningkatkan derajat sosial. “Namun pada dasarnya mereka sama,” tambahnya.

“Sama gimana?,” tanya si mbok.

“Ya sama-sama buruh,” jawab Markuat seraya diiringi tertawa mereka.

Suasana warung Mbok Darmi berubah ramai semenjak Markuat ikut cangkrukan di sana. Ia juga menjelaskan, beberapa teman seprofesinya pun melakukan ujuk rasa menuntut kenaikan upah (gaji), kesejahteraan.

“Dan yang terpentingan jaminan hari tua dan jaminan keamanan dalam menjalankan tugas,” terang Markuat.

“Mangkane, pean saiki tambah pinter. Informasine tambah akeh,” sela Semprul.

“Ach… bisa aja kamu Prul. Sebenarnya malah banyakan masyarakat informasinya. Tinggal mencet tombol di remot, berbagai informasi di layar kaca tersedia,” terangnya.

“Jadi istilah wartawan ratu dunia itu, kadang benar kadang juga salah lho jadinya,” lanjutnya. Saat ini, papar Markuat, informasi dimana-mana. “Apakah aku bisa memecah badan ini untuk ke sana-ke sini? Yang pasti masyarakat cukup nongkrong di depan TV, malah dapat informasi semuanya,” kata Markuat

“Benar juga ya….,” guman mereka. [***]

Tidak ada komentar: