BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini

BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini
PMC Cell - Master Pulsa Electric

Menggapai Kemuliaan Muslimah dengan Bimbingan Salaful Ummah

Minggu, 24 Juni 2007

Pitutur Mbok Darmi Republik Pemimpi

PITUTUR MBOK D@RMI Republik (Pe) Mimpi
Oleh: CHATON MOCHAMMAD
Penulis adalah Alumni FE Univ. Darul 'Ulum Jombang, Koordinator Komunitas Penulis Lesehan (KOPEL) Jombang dan tergabung dalam Komunitas Penulis Jombang (KPJ)

Seandainya negeri ini penuh kejujuran, keadilan, kebersamaan, dan menyadari bahwa semua akan kembali pada Sang Pencipta. Saling Asah, Asih, dan Asuh, berjiwa sosial, tidak saling 'cakar-cakaran'. Mungkin tidak seperti ini? Kita semua hanya bisa bermimpi tentang Republik ini!



MALAM itu, waktu baru menunjukkan pukul 19.30 WIB. Jalan desa tempat Markuat tinggal berangsur-angsur sepi. Hanya beberapa orang yang terlihat untuk persiapan jaga (ronda) malam. Saat itu, Markuat lagi ngopi di warungnya Mbok Darmi, tempat biasanya mangkal. Di kampungnya, warung Mbok Darmi paling laris dan dikenal di seluruh desanya.

Dingin mulai menusuk tubuh Markuat, “Mbok kopi manisnya ya..”. Markuat memesan kopi.

Sebentar ya, biar airnya mendidih. Nanti biar nggak kembung!,” jawab Mbok Darmi.

“Masak si Mbok, mbuat kopi yen banyune nggak mendidik bikin kembung,” tanya Markuat sambil menghisap rokoknya kuat-kuat.

“Lha iya tho! Nanti jika kembung beneran aku yang disalahkan!,” ujar Mbok Darmi sambil mempersiapkan cangkirnya.

“Aduh Mbok, lihat saja anggota Dewan, Menteri, atau Kepala Dinas dan setingkatnya makan dan minum uang korupsi juga nggak kembung, mencret, atau mules. Masak hanya gara-gara air kurang mendidih, dibuat kopi bisa kembung?,’ sautnya.

Mbok Darmi hanya diam saja mendengar yang diucapkan Markuat. Ia asyik mengaduk kopi pesanan Markuat. Sementara Markuat juga masih menunggu jawaban Mbok Darmi sambil makan pisang.

“Lho Mbok! kok ra dijawab!,” kata Markuat penasaran.

“Sampen iki kok yo aneh-aneh Kang… Kang! Ya jelas nggak ada hubungannya uang korupsi dengan makan atau minumnya,” jawab Mbok Darmi. Paling-paling, lanjutnya, kadang juga keluarganya tidak bahagia, bisa juga nanti kalau ketahuan di penjara.

“Sing soro sopo Kang! Ya anak istrinya toh!,” katanya.

Markuat garuk-garuk kepala, ia mulai berfikir. “Bagaimana ya Mbok, seandainya Bangsa Indonesia ini pemimpinnya baik yang di pusat hingga daerah itu bijaksana, adil, jujur, dan jiwa sosialnya tinggi. Pasti rakyatnya makmur ya!,” ujarnya.

“Tapi...”

Belum sempat kata-kata itu diteruskan, tiba-tiba datang Cak Semprul. “Kang Markuat! Sudah lama toh di sini,” sapa Semprul, sambil duduk di dekatnya.

“Iya baru setengah jam yang lalu. Dari mana kok baru nongol?,” tanya Markuat.

“Anu Kang! Nunggu tayangan Republik Mimpi. E… nggak taunya sudah tidak ada. Padahal, tayangan itu bagus lho. Rakyat kecil seperti kita-kita ini akan paham percaturan politik di negeri ini,” jelas Semprul seraya memesan secangkir kopi. Ia kemudian juga mencomot sepotong pisang goreng, lalu melahapnya.

“Nah… Ini cocok, tadi aku baru mbahas masalah korupsi yang dilakukan para pejabat. Padahal mereka bisa jadi anggota Dewan juga karena rakyat. Kemudian pejabat pun dibayar dengan uang rakyat. Tapi mengapa mereka tidak berpihak pada rakyat ya..?,” sesal Markuat.

“Itu khan hanya keserakahan mereka. Itu mungkin mereka sudah tertutup oleh ilusi dunia. Jadi yang dipandang hanya enaknya saja sekarang ini. Tapi tidak melihat nanti. Ya mungkin mereka tidak pernah melihat sinetron religi mungkin,” saut Semprul sekenanya.

“Aduh yang dibahas kok itu terus. Mungkin kalau sampean juga jadi seperti mereka akan lebih parah lagi. Yang pasti di dunia ini sudah ditakdirkan kehidupan itu berpasang-pasangan. Ada laki-laki ada perempuan, ada langit ada bumi. Demikian juga ada yang baik dan yang buruk. Lalu ada koruptor dan ada ….,” Mbok Darmi tidak melanjutkan kata-katanya.

“Ada apa Mbok! Kok nggak diteruskan!,” kata Semprul dan Markuat hampir bersamaan.

“Aduh nggak jadi deh. Anggap aku nggak ngomong apa-apa. Kita cuma orang kecil,” pinta Mbok Darmi.

“Ayo lah Mbok, katakan ada apa..!,” pinta Kang Markuat.

“Iya Mbok! Kok seperti melihat hantu aja takut!,” Cak Semprul menimpali.

“Ada koruptor itu namanya tidak tau diri. Masak dari keringat rakyatnya kok diperes. Lha seandainya semua baik, tidak korupsi kita dapat hidup tentram. Sudahlah ngomong yang lain aja,” pinta Mbok Darmi.

“Iya… ya… di Republik Mimpi juga gitu! Banyak yang kita dapatkan. Kita tau sistem pemerintahan, atau isu yang sedang menghangat saat ini,” kata Semprul.

“Sudah lah Prul. Nanti kalau ada Pemilu kita Golput aja ya!,” ajak Markuat.

“Apa itu Golput Kang?,” tanya Mbok Darmi.

“Itu lho Mbok, Golek Puteran. Maksudnya, saat kampanye kita muter-muter sing penting dapat uang saku. Entah nanti nyoblos apa tidak itu urusan belakang,” terang Markuat.

“Lho peno kok jadi gitu, Kang. Itu namanya memanfaatkan orang lain demi keuntungan pribadi. Itu sama halnya juga korupsi,” saut Mbok Darmi.

“Wis toh Mbok awake iki wong cilik. Dadi yo manut wae!,” Semprul menimpali. [***]

Tidak ada komentar: