OPINI ISLAM
Bangkitnya Entrepreneur Islami
Oleh: DEWI HARIYATI, SE
Penulis adalah Pengajar di MA Darul Hikmah Diwek Jombang dan tergabung dalam Komunitas Penulis Jombang (KPJ) dan Komunitas Penulis Lesehan (KOPEL) Jombang
Sebagaimana kita ketahui, ‘senjata’ untuk menjatuhkan ummat Islam salah satunya adalah faktor ekonomi. Pasalnya, jika dilihat secara umum, yang menguasai perekonomian di Indonesia bukan orang pribumi, dan bahkan mereka non muslim. Akibatnya, hal itu menjadi ‘bumerang’ bagi umat Islam sendiri, sebagai mayoritas penduduk di Indonesia.
Untuk itu, perlu adanya perbaikan ekonomi dan saling kepedulian sesama muslim untuk meningkatkan ukhuwah. Salah satu faktor yang menyebabkan ‘jeblok’-nya ekonomi ummat, ada berbagai faktor. Diantaranya, tidak ada kepercayaan diri, takut gagal, meniru kesuksesan orang lain, jika sudah berhasil cenderung melupakan kualitas, dan masih banyak lagi.
Dalam segala aktifitas, seorang entrepreneurship (yang memiliki jiwa kewirausahaan) harus menyadari bahwa dalam setiap usaha kita terdapat campur tangan sang Kholiq. Untuk itu perlu menjunjung nilai-nilai agama dan mengimplementasikan ke dalam kehidupan berbisnis.
Sebagaimana dikemukakan terminology yang dikemukakan seorang profesor dari St Thomas University, Amerika Serikat, istilah entrepreneur religius beberapa waktu lalu menjadi wacana dalam sebuah jurnal entrepreneur dan menjadi perbincangan hangat. Dari perbincangan itu, diyakini bahwa ada hubungan positif (positif korelation) antara relegius dengan keberhasian.
Beberapa entrepreneur yang telah berhasil mengabungkan keduanya (agama dan usaha) diantaranya Bill Gates, Donald Trump, Anita Roddick, Warren Buffet dan masih banyak lagi. Mereka meski tidak secara eksplisit dikatakan bahwa mereka adalah benar-benar murni mengimplementasikan ajaran agama dalam bisnisnya. Beberapa tipikal mereka diantaranya humanis, manajer yang cerdas (profesional), menggaji karyawannya dengan layak, dan mengedepankan etika berbisnis.
Padahal, kita tahu, bahwa dalam berusaha, banyak perusahaan yang hanya memikirkan bagaimana mendapatkan untuk sebesar-besarnya dengan mengeluarkan dana sekecil-kecilnya. Sehingga yang mereka lakukan memanfaatkan tenaga kerja untuk terus bekerja, dan jika perlu mencari tenaga kerja yang upahnya kecil.
Mereka, beberapa pebisnis yang disebutkan di atas, hanya sebagian pengusaha yang mengikutkan faktor religius dalam berbisnisnya. Selain itu, mereka merupakan pembisnis yang baik, lebih dari 10 persen hasil keuntungan usahanya dihibahkan untuk kegiatan sosial dan lainnya.
Bagaimana dengan Entrepreneur Islami?
Di Indonesia, kita mengenal Manajemen Qolbu-nya Abdullah Gymnastyar (AA Gym), kemudian Pandu Siwi Sentosa milik HM Bhakty Kasry dan masih banyak lagi. Mereka merupakan beberapa diantara sekian pengusaha yang menerapkan agama dalam bisnisnya.
Sebut saja Manajemen Qolbu atau yang lebih dikenal dengan MQ. Bisnisnya diawali dari dakwah yang dilakukan ditengah keterpurukan ekonomi, moral dan soaial bangsa. Dakwah AA Gym mampu menjadi penyejuk hati ummat dalam setiap dakwahnya. Ia pun menerima permintaan dakwah dari penjuru tanah air. Kemudian setelah melalui proses, ia-pun ingin memberikan sesuatu yang lebih kepada umat. Melalui dakwahnya, ia pun mengajarkan cara berbisnis yang Islami. AA Gym-pun dikenal dengan pelatihan bisnis MQ yang diikuti para pembisnis untuk belajar manajemen Islami.
Sukses dakwah, tidak menyurutkannya untuk berhenti hanya sebagai pendakwah. Sesuatu yang lebih, yakni bisnisnya di bawah naungan Yayasan Pesantren Darut Tauhid pun mengembangkan dengan pesantern modern dan multifungsi. Kemudian mengepakan sayapnya dengan mengembangkan usaha toko, swalayan, warung telekomunikasi, penerbitan buku, tabloid, stasiun radio, pembuatan kaset dan VCD, TV, guest house, air minum kemasan dan lainnya.
Dalam berwirausaha, ia mengutip ayat Hadits Rasulullah SAW, yakni tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. AA Gym juga menyatakan bahwa umat akan berhasil dalam membangun usaha, jika mereka mampu membangun jiwa entrepreneurship dalam diri sendirinya.
Sementara Pandu Siwi Sentosa, yang awalnya bermodalkan patungan diantara koleganya, tahun 1992 Bhakty memulai bisnis jasa kurir dengan label Pandu Siwi Sentosa. Meski sempat jatuh, hal itu tidak membuatnya putus asa. Ia pun harus menjual mas kawin dan mobil milik istrinya. Ia pun menata manajemennya, dan usahanya membuahkan hasil. Tidak hanya itu, setelah berhasil, ia tidak melupakan jasa karyawannya. Bagaimanapun juga mereka ikut andil besar dalam kesuksesan bisnisnya. Untuk itu, ia membuat program menghajikan karyawannya.
Itu dilakukannya karena Bhakty menyadari, bahwa Allah SWT yang memberi kemudahan pada umat-Nya yang berusaha di jalan Allah. Untuk itu ia kembalikan kepada Allah melalui nilai-nilai yang ia tanamkan di perusahaannya, seperti nilai welas asih, atau berderma dan menanamkan nilai-nilai Islami pada karyawannya. Di kantornya, ia menerapkan zona bebas asap rokok bagi karyawannya, dan area berjilbab bagi karyawatinya.
Contoh di atas, hanya sebagian dari sekian ribu pengusaha yang menerapkan hubungan antara bisnis dan religius. Namun sayangnya, besarnya prospek bisnis dengan menjalankan syariat agama masih minim. Padahal, sudah banyak contoh nyata keberhasilan sosok pembisnis yang mengakui keterlibatan nilai-nilai agama.
Kini saatnya untuk membangun bisnis Islami, dengan mengedepankan kejujuran dan keadilan. Sehingga ke depan dapat membangkitkan ekonomi umat yang semakin terpuruk dan mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran yang didominasi umat Islam. Hal itu dapat terjadi, jika para pengusaha muslim menerapkan jiwa sosial untuk membantu sesama dengan memberikan pekerjaan, bukan sekedar modal. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar