BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini

BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini
PMC Cell - Master Pulsa Electric

Menggapai Kemuliaan Muslimah dengan Bimbingan Salaful Ummah

Minggu, 24 Juni 2007

Opini Prostitusiku Sayang, Poligamiku Malang

Refleksi Hari Ibu ke-78, 22 Desember

Prostitusiku Sayang, Poligamiku Malang

Oleh: Dewi Hariyati, SE *)

*) Penulis adalah pengajar di SMK Al-Asy,ari Keras Diwek Jombang dan tergabung dalam Komunitas Penulis Jombang (KPJ)

………………………………………………..

Aku sempat heran, poligami-nya Aa’ Gym dipersoalkan, padahal itu merupakan tuntunan agama. Tapi hingga kini free sex dan perzinahan dibiarkan masih merajalela dan bahkan sebaliknya diperdakan. Mengapa kemaksiatan ‘diagung-agungkan’ sementara kebenaran ‘disia-siakan’? Pantaslah kiranya jika Indonesia, sebagai negara berpenduduk muslim terbesar, kini berduka dengan berbagai bencana.

……………………………………………….

Judul itu aku ambil sebagai bentuk keprihatinanku terhadap kondisi yang terjadi saat ini. Terutama, melihat fenomena semakin maraknya prostitusi tanpa ada yang dapat mencegahnya, bahkan cenderung ‘menyayanginya’ dengan dikeluarkan perda. Sementara poligami yang nyata-nyata sudah ada aturannya, sebaliknya ramai-ramai ditolaknya. Hal itu hanya gara-garanya setelah ada keputusan berani dari da’i kondang KH Abdullah Gymnastiar atau yan g lebih dikenal dengan Aa’ Gym, untuk berpoligami. Kenapa kami mengambil contoh Aa’ Gym?

Pertama, saat ia berceramah selalu dipadati jama’ah yang ingin mendengarkan tausiyahnya. Karena ceramahnya mampu menggugah hati dan tidak hanya memberikan teori-teori, tapi ia telah melaksanakannya. Sehingga apa yang disampaikan, ia implementasikan terlebih dahulu kedalam kehidupannya.

Kedua, keluarganya yang sholeh-sholihah. Dalam suatu kesempatan, ia pun senantiasa menunjukkan kebahagiaan rumah tangganya di hadapan umum. Suatu tauladan yang layak untuk diteladani. Yang baik dan menyenangkan kita sampaikan kepada khalayak, sementara hal-hal yang negatif kita simpan untuk kita renungkan dan kita perbaiki.

Ketiga, keputusannya tidak berpolitik. Meskipun tidak terjun ke dunia politik, ia pun masih bisa memberikan kritikan-kritikan pedas terhadap pemerintah. Seperti terlihat saat menjelang kedatangan Presiden Amerika Serikat George Walker Bush. Ia pun berani menolaknya, pasalnya hal itu dilakukan sebagai bentuk dukungan moral terhadap aspirasi rakyat Indonesia yang sebagian besar menolak Bush.

Keempat, keputusannya berpoligami. Keputusan yang kontroversial diambil Aa’ Gym untuk memiliki istri yang kedua. Akibatnya dari sosok Aa’ Gym sangat luas dampaknya. Bahkan presiden pun harus ikut-ikutan berbicara terkait poligaminya Aa’ Gym. Sebegitu dasyatnya sosok Aa’ Gym, tapi sayang mengapa mereka terlihat ‘latah’ dengan ikut-ikutan menolak yang dilakukannya.

Jika seseorang mengidolakan seorang, model apapun akan dilakukannnya. Setidaknya ia menunjukkan eksistensinya sebagai wujud ia mengidolakan.

Lalu, jika Aa’ Gym berpoligami, kemudian yang sebelumnya mengidolakan Aa’ Gym menolak, yang jadi pertanyaan adalah ini mengidolakan beneran apa pengidola-idolaan?

Tentu keputusan berani Aa’ Gym itu harus dipelajari, karena sebelum Aa’ Gym berpoligami, banyak Aa’ Gym-Aa’ Gym lain yang lebih dahulu melakukannya. Kenapa mereka tidak dipersoalkan? Alasannya, yang diambil Aa’ Gym pun sangat relistis, selain menjalankan perintah agama, ia juga berharap agar istrinya ‘tidak terlalu’ mencintainya, sehingga melupakan cintanya kepada Allah. Karena saat ini banyak istri yang melupakan cintanya terhadap Allah, dan lebih memilih takut kehilangan suaminya. Jika ditilik dari persoalannya, dengan adanya poligami itu justru akan memperingan pekerjaan sang istri. Mereka bisa saling berbagi pekerjaan. Misalnya, ada yang memasak, ada yang mencuci dan kita pun sudah tak bergantung pada pembantu. Dengan demikian, keharmonisan rumah tangga pun terjaga, anak tidak lagi dekat dengan sosok seorang pembantu. Karena saat ini tidak jarang, seorang anak lebih dekat dengan pembantu daripada dengan ibunya sendiri.

Pada dasarnya, jika yang dikeluhkan hanya soal perasaan. Kembali lagi pada manusianya. Dengan demikian, sudah jelas, bahwa hal itu hanya untuk cintanya pada dunia. Mereka takut kehilangan suami, kehilangan kasih sayang atau lain sebagainya. Saat ini sebagian orang sudah terbentuk opini agar kita lebih cinta pada dunia, sementara melupakan cintanya pada sang Pencipta.

Poligami seharusnya saat ini sudah ‘wajib’ hukumnya, bukan sebaliknya diatur yabg rumit-rumit. Dari data sensus tahun sebelumnya saja menunjukan, bahwa jumlah wanita dan pria berbanding dua dibanding satu. Prakiraan sementara di salah satu media online jumlah penduduk seluruh dunia tiga dibanding satu. Jika tidak poligami, lalu mereka dikemanakan. Pasalnya, bukan tidak mungkin satu diantaranya adalah keluarga kita sendiri yang belum mendapatkan jodoh.

Kita relistis saja, saat sekolah di SMA, kami pernah mendapatkan pelajaran bab nikah. Saat itu dikatakan oleh guru kami, bahwa kita sebagai manusia diharapkan untuk memperbanyak umat. “Jangan takut mereka miskin atau melarat, jodoh, rejeki dan mati Allah yang mengaturnya. Semua dilahirkan sudah ditentukan oleh Allah,” kata sang guru.

Aku pun merenung terhadap apa yang diucapkan guruku itu. Setelah lama merenung, ternyata memang benar semua sudah diatur. Kita hanya bisa berusaha, berdo’a dan tawakal kepada-Nya. Jika kita tidak berusaha merubah nasib kita, maka Allah pun tidak akan merubahnya. Dan poligami yang menjadi pro dan kontra, juga sudah diaturnya. Salah satunya untuk memperbanya umat, karena jika tidak, maka umat Islam lambat laun akan habis. Sekarang saja sudah menunjukan hal itu, sebelumnya Indonesia jumlah muslimnya terbesar hingga 90 prosen lebih, kini hanya sekitar 80 prosen. Dan bukan tidak mungkin lima atau sepuluh tahun kemudian tinggal 50 prosen bahkan dibawahnya. Sebenarnya itu semua tanggung jawab kita semua, jika umat Islam ‘musnah’, dimanakah rasa tanggung jawab kita sebagai kholifah fil ardy (pemimpin di muka bumi) kepada Allah?

Terkait poligami yang menimbulkan pro dan kontra, sebenarnya banyak sisi positifnya. Dengan mengijinkan berpoligami, tentunya jalan menuju maksiat akan tertutup. Setidaknya, mereka yang selama ini menjadi penghuni lokalisasi pun akan menemukan jodohnya, dan suami-suami kita juga akan terjaga dari hal-hal yang negatif. Poligami salah satu cara tepat mengurangi perselingkuhan, perzinahan dan sejenisnya. Relakah suami kita ‘jajan’ di luaran? Jika kita lebih suka suami ‘jajan’ diluar, itu berarti kita menambah dosa, menambah panjang daftar kemaksiatan.

Jika pemerintah diresahkan dengan poligaminya Aa’ Gym, tapi mengapa pemerintah tidak resah dengan adanya lokalisasi. Bahkan cenderung membiarkan kemaksiatan. Dengan adanya perda yang mengatur prostitusi, secara tidak sengaja kita telah mendukung keberadaan prostitusi, dan berapa ratus keluarga hancur gara-gara suami sering ‘jajan’ ke lokalisasi. Sebut saja Dolly -yang katanya lokalisasi terbesar- dan Jarak di Surabaya. Akibatnya sudah jelas, tingkat penjualan anak (trafficking) untuk memuaskan nafsu pria hidung belang sangat tinggi. Bahkan usianya pun masih belia. Dan itu memiliki niloai jual yang sangat tinggi. Kenapa semua itu mereka biarkan, padahal dampaknya sangat jelas dan merusak moral. Justru poligami yang diatur oleh agama dipersoalkan? Rasanya kok tidak adil, suatu tindakan kebenaran dipersoalkan bahkan disalahkan. Na’udzubilahmindzalik.

Mengapa kita tidak mempersoalkan keberadaan prostitusi yang menyebabkan tertutupnya pintu hidayah, berkah, rahmat dan rejeki di muka bumi ini? Yang pemerintah ‘garuk’ hanya yang berada di pinggir jalan-jalan. Mengapa kita membiarkan diskotik, cafĂ© yang beroperasi untuk kemaksiatan. Dan mengapa kita membiarkan anak-anak kita yang berdua-duaan di tempat umum dengan berkasih-kasihan. Coba lihat di Alun-alun setiap kota, terlihat muda-mudi sedang asyik-masyuk berpelukan. Seperti saat penulis lihat di alun-alun dan Kebon Rojo (Pujasera) Jombang, serta di Alun-alun Sidoarjo. Dan itu tidak menutup kemungkinan di kota lainnya.

Tentu ini tidak adil, yang benar dipersoalkan dan dipersalahkan, sementara yang salah tidak ada tindakan untuk meghentikannya. Bahkan cenderung untuk disetujui. Seperti yang terjadi di Jombang, soal prostitusi akan diperdakan. Jika itu jadi ‘didok’, maka itu merupakan kemenangan bagi kemaksiatan. Akibatnya, penjualan anak untuk dipekerjakan di lokalisasi pun marak. Pernahkan kita berfikir kearah sana?

Untuk itu, penulis berharap, mari kita berfikir jernih dalam menyikapi setiap persoalan. Jangan cuma karena ikut-ikutan, tapi malah menerjang rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh Allah. Poligami sudah jelas hukumnya di Al-Qur’an, demikian juga dengan prostitusi dan kemaksiatan. Jika kita melanggarnya, tentu juga melanggar hokum Allah. Tinggal kita, berani tidak untuk mengungkapkan kebenaran seperti Aa’ Gym?***