PITUTUR MBOK D@RMI MARAKNYA PROSTITUSI
Lokalisasi? Belajar Dari Jember
Oleh: Chaton Mochammad
Penulis adalah Alumni FE Univ. Darul 'Ulum Jombang, Koordinator Komunitas Penulis Lesehan (KOPEL) Jombang dan tergabung dalam Komunitas Penulis Jombang (KPJ)
Kenapa mereka menjerumuskan diri di lembah hitam? Apa karena selembar rupiah untuk sesuap nasi mereka rela menjual kehormatan diri? Atau hal itu dilakukan karena jalan pintas mendapatkan pundi-pundi rupiah?Ach……itu hanya fenomena dunia. Sak bejo-bejane wong kang bejo, isih bejo wong sing eling lan waspodho.
MENURUTNYA, Maraknya prostitusi liar, membuat Mbok Darmi ikut miris. Apalagi yang digunakan biasanya warung remang-remang. Hal itu karena Mbok Darmi juga membuka warung ‘remang-remang’. Pasalnya, hanya menggunakan lampu templok atau petromaks. Jadi dari jauh kelihatan remang-remang.
Mbok Darmi mengungkapkan kegelisahan hatinya itu pada Kang Brodin dan Marbuat. “Kang, jangan-jangan warungku nanti juga dirazia atau ditutup?,” kata Mbok Darmi pada Kang Brodin dan Markuat yang lagi ngopi di warungnya.
Biasa, memang di warungnya Mbok Darmi sering jadi mangkalnya orang-orang desa setempat untuk ngopi. Maklum, di desa itu hanya Mbok Darmi yang buka warung.
“Emangnya ada apa Mbok?,” kata Kang Brodin balik bertanya.
“Kalau nggak salah kenapa mesti takut!,” Markuat menimpali.
“Anu… Kang! Itu lho… di Jember khan sejak April semua warung di pinggir jalan dirazia. Apalagi yang biasanya disebut warung remang-remang. Dan kini, Mei ini, juga akan digelar lagi razia pada warung yang jadi tameng lokalisasi. Aku jadi takut, jangan-jangan di sini juga akan dilakukan seperti itu,” kata Mbok Darmi polos.
“Ha…ha… sampean ada-ada saja Mbok! Di warung Mbok khan tidak dipakai tempat seperti itu,” cetus Kang Brodin.
“Memang sich! Tapi mereka sepertinya nggak mau tau. Setiap warung yang kelihatan remang-remang langsung aja main garuk. Apalagi di warung itu ada pelayannya yang masih ABG,” elak Mbok Darmi khawatir pada si enduknya, Ning Sarmi.
“Apa itu ABG? Angkatan Babe Gue!,” seru Kang Brodin terus tertawa nggakak diiringi ledakan tawa Markuat.
“Bukan Din, ABG itu Anak Buat Gile,” kata Marbuat ngeledek Mbok Darmi.
“Lho kok malah diketawain sih!,” seru Mbok Darmi sewot.
“Sudahlah Mbok! Nggak usah khawatir soal itu. Dijamin aman di sini dari obrakan Satpol PP,” ujar Kang Brodin, yang juga anggota dewan ini menenangkan kegelisahan Mbok Darmi.
Malam semakin larut, percakapan mereka semakin hangat, sehangat kopi di cangkir, ditemani pisang goreng dan camilan ringan. Di ujung pojok tampak televisi hitam putih masih menyala.
“Nah tuch lihat! Operasi lagi, ada yang lari kecemplung sungai lagi!,” seru Mbok Darmi. Dia berharap, kalau memang mau menghapus lokalisasi dengan prostitusinya, seharusnya jangan setengah-setengah. Ia mencontohkan di Jember. Di sana, prostitusi digulung habis. Yang dari Jember sendiri akan diberikan ketrampilan, sementara dari luar Jember dipulangkan ke daerah asalnya.
“Itu bagus! Tinggal bagaimana daerah asalnya nanti ‘memberdayakan’ mereka. Dibiarkan dan mereka akan kembali menjalani profesi sebelumnya, atau diberi kegiatan yang dapat menghasilkan,” harap Mbok Darmi.
“Sebentar Mbok! Jika mereka bisa ‘diberdayakan’ itu bagus, dapat mengangkat derajatnya. Tapi yang banyak terjadi, mereka kadang sudah keenakan mendapatkan uang dengan cara yang mudah. Jadi mereka akan menjalani profesinya lagi,” tukas Markuat.
“Yang pasti, hati mereka harus ditata dulu. Jadi jika sudah mantap insyaf, baru disiapkan solusi yang sudah direncanakan. Bukan begitu semuanya,” saut Semprul yang baru ikut nimbrung di warung Mbok Darmi.
“Tapi dengan adanya usaha yang dilakukan Pemkab Jember, tentunya hal itu akan menunjukkan daerah mana yang banyak warganya jadi PSK. Dengan demikian, minimal mempermalukan pucuk pimpinan daerah tersebut,” kata Mbok Darmi layaknya seperti wakil rakyat yang sedang sidang paripurna.
“Sebenarnya, jangan hanya menyalahkan PSK-nya! Tapi yang datang juga dong!,” ujar Semprul yang baru nonggol ini.
“Iya… Itu tugas kita semua untuk memikirkannya. Bagaimanapun juga, mereka itu manusia. Dan berhak untuk dimanusiakan. Dan hanya orang-orang yang ‘melecehkannya’ dengan mendatangi mereka dengan memanfaatkan ketidakberdayaan mereka yang bukan manusia,” sindir Mbok Darmi pada lelaki hidung belang yang sering ‘jajan’ ke lokalisasi.
“Mending buat beli kopi, sambil makan pisang goreng. Enak tenan!,” sambungnya sedikit berpromosi.
“Setuju, Mbok! Seandainya si-hidung belang ini tidak ke sana, mereka juga akan tutup dengan sendirinya. Selain dengan usaha-usaha yang telah dilakukan,” kata Kang Brodin sambil nunjuk ke arah Markuat.
“Kamu kok nudingnya ke aku sich! Emang aku ini suka ‘jajan’ di tempat gituan. Di rumah aja aku dah punya istri juga kok. Ngapai ke tempat gituan,” ujar Markuat sewot.
“Lho begitu aja kok marah! Itu tadi khan daripada nggak ada yang ditunjuk,” saut Kang Brodin.
“Sudah-sudah. Yang pasti kalau bisa prostitusi hilang dari negeri ini. Biar negara aman, makmur, dan sejahtera,” potong Mbok Darmi.
“Dan yang jelas, bapak-bapak ini juga jangan memanfaatkan kondisi PSK yang sudah sulit. Jika datang ke sana jangan minta ‘dilayani’, kasih mereka nasihat dan modal. Dibimbing,” pesannya berlagak seperti ustadzah.
Perbincangan di warung itu pun semakin seru, meski tak terasa malam semakin larut. Ditemani secangkir kopi, ngantukpun sirna, disambi dengan gelak tawa. [***]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar