BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini

BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini
PMC Cell - Master Pulsa Electric

Menggapai Kemuliaan Muslimah dengan Bimbingan Salaful Ummah

Senin, 26 Oktober 2009

Robohnya Tembok Kejujuran Negeri


"Bu, aku berangkat sekolah," ucap Togel, siswa sebuah sekolah dasar saat berpamitan akan berangkat ke sekolah pada ibunya.

"Iya, hati-hati. Dan ini uang sakunya, tapi jangan untuk membeli es. Nanti sakit demam!," pesan ibunya pada anaknya yang semata wayang itu.

"Baik Bu. Aku tak jajan es. Assalamu'alaikum," janji anaknya sambil mengucapkan salam dan melangkahkan kakinya meninggalkan ruang dapur.

"Waalaikumsalam," jawab ibunya terus mengawasi langkah kaki anaknya, hingga hilang dibelokan jalan.

Sesampainya di sekolah, si Togel langsung bermain-main dengan teman-temannya, sambil menunggu bel masuk. Sejenak kemudian, bel tanda masuk berbunyi. Murid SD itu kemudian semburat masuk ke kelas masing-masing untuk menerima pelajaran. "Theng . theng theng ," suara nyaring bel yang terbuat dari besi saat dipukul tukang kebun memecahkan kesunyian kelas yang asyik menerima pelajaran. Setelah menjawab salam dari gurunya, satu per satu siswa mulai keluar ruangan kelas.

Tampak tiga orang siswa SD itu, Togel, Ka Djin dan Ka Chung. Mereka teman akrab yang tinggal se desa.

"Gel, ayo main surigendem," ajak Ka Chung kepada kedua temannya.

"Ok, yuk main," jawab Ka Djin dan Togel hampir bersamaan.

Sejenak kemudian, mereka sudah asyik bermain surigendem.

Mulanya, Togel yang ditutup matanya. Kemudian mencari kedua temannya. Jika tebakannya benar siapa yang dipegang, maka teman satunya itu yang ganti ditutup matanya. Begitu seterusnya.

Setelah lama bermain, ketiganya mulai haus dan lapar. Kemudian mereka menuju ke sebuah warung di dekat sekolah mereka.

"Bu, beli es," ujar Ka Chung.

"Saya juga, Bu," saut Ka Djin yang juga kepingin segera meminum es itu.

"Kamu kok diam saja, Gel. Ayo pesen apa kamu?," ujar Ka Chung yang melihat Togel hanya berdiam diri mematung.

"Tapi, aku tidak boleh membeli es sama ibuku. Katanya nanti sakit," jawab Togel.

"Kamu kan haus. Jadi ya minum aja nggak apa-apa. Ibu kamu kan di rumah, tidak bakal tahu," bujuk Ka Chung.

"Iya Gel, masak kami minum kamu tidak. Apalagi kamu juga haus," terang Ka Djin menimpali.

Sejenak Togel berfikir, ia dibuat bimbang oleh kedua temannya itu. Hatinya bertarung, satu pihak menyuruhnya membeli es, karena ibunya pasti tidak tahu. Sedangkan di lain pihak, hatinya berkata ia akan membohongi ibunya dan mengingkari janjinya untuk tidak membeli es.

Dalam kebimbangan itu, kemudian ia pun memilih untuk membeli es. Walaupun ia sadar hal itu telah melanggar janjinya pada ibunya.

Saat pulang, ia ditanya oleh sang ibu soal uang sakunya. Si anak menjawab, uang sakunya untuk jajan selain es lilin. Sang ibu pun percaya, karena ia tidak melihat langsung. Selain itu, anak sekecil itu mana mungkin berbohong tanpa menyelidiki kebenaran yang diucapkan anaknya.

Suatu fenomena yang sering kita temui saat ini. Tidak hanya orang dewasa yang pandai berbohong, anak kecil pun dengan polosnya dapat menilep kejujuran. Masyarakat yang terkenal dengan budaya ketimuran ini, kini sudah mencoba kebarat-baratan. Aneh memang, tapi itulah ilustrasi negeri ini. Bangsa yang sedang terpuruk ini mencoba bangkit kembali. Tapi, para penguasa rupanya tidak siap. Artinya, baik moral maupun sumber dayanya masih rendah. Mereka rela menari-nari di atas rakyatnya sendiri. Contoh konkritnya, lihat anggota dewan yang sebentar lagi lengser, mereka mencoba mencari keuntungan dengan berbagai cara. Baik itu dengan pesangon, atau gaji ke-13.

Sementara itu, rakyat menjerit karena harga pupuk dan obat-obat pertanian melangit. Sedangkan saat panen, harga gabah turun drastis. Sepertinya, petani yang mayoritas sebagai mata pencarian sebagian besar masyarakat hanya sebagai "mesin politik" yang hanya dimanfaatkan sebagai obyek kampanye. Setelah itu, janji tinggallah janji, yang terpenting ia telah duduk di kursi yang selama ini menjadi impiannya.

Persis seperti anak SD di atas, setelah apa yang ia capai berhasil, tak peduli "rambu-rambu" pengatur yang ia buat sendiri harus dilanggarnya. Ia hanya bilang, peraturan diciptakan untuk dilanggar. Kalau tidak ada pelanggaran, buat apa membuat peraturan. Bingung bukan?

Itulah keunikan sang penguasa, inginnya setiap langkah geraknya hukum jadi alatnya. Alat untuk meraih keuntungan pribadi. ***