BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini

BROSUR PMC Cell - Klik Gambar di Bawah Ini
PMC Cell - Master Pulsa Electric

Menggapai Kemuliaan Muslimah dengan Bimbingan Salaful Ummah

Senin, 02 November 2009

KPI Tak Mampu Stop Sinetron Inayah

(Catatan: Dimuat di Harian Duta Masyarakat, Senin 2 November 2009 dengan Judul ”Sinetron ’Inayah’ dan Mandulnya KPI”)

Oleh: Wiwik Afifatul Choiroh, SPd.I
Penulis adalah Alumnus STAIN Kediri, Pengajar di SDN Plumbon Gambang I Gudo, Jombang, juga aktif di Komunitas Penulis Jombang (KPJ).


-ooOOoo-

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) “ditantang” Inayah. Beranikah lembaga ini menghentikan penayangannya? Soalnya beberapa kali diperingatkan, ternyata tidak juga bergeming. Bahkan hingga berbulan-bulan, sinetron ini masih tayang dengan scenario yang sama.

-ooOOoo-


Siapa yang tidak kenal sinetron Inayah? Hampir semua tahu sinetron yang penuh dengan konflik dan intrik untuk saling menjatuhkan dan menguasai satu dengan yang lainnya, meski dalam satu keluarga. Banyak yang menyukai, juga tidak sedikit yang membencinya. Pasalnya, secara tidak langsung, apa yang ada dalam sinetron itu berpengaruh buruk bagi kehidupan keluarga. Apalagi dalam sinetron itu juga melibatkan anak-anak kecil, yang notabene kadang belum sadar akan apa yang dilakukannya.

Sebagaimana diketahui, jika menyimak tayangan sinetron dari awal, kita semua akan tahu bahwa judul awalnya sinetron tersebut adalah Hareem. Karena isinya dianggap mengandung tayangan orang dewasa, maka Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta dengan tegas agar memindahkan jam tayang menjadi pukul 22.00 Wib, serta memperbaiki isi siaran sinetron tersebut. Hal itu sebagaimana tertuang dalam suratnya No. 112/K/KPI/03/09 tertanggal 24 Maret 2009 yang merupakan peringatan terakhir.

Pasca keluarnya surat peringatan terakhir itu, maka sinetron Hareem-pun berubah dan tampil dengan judul yang baru, Inayah. Judul ini diambilkan dari salah satu tokoh dalam sinetron Hareem, yang dijadikan sebagai tokoh utama dalam sinetron ini.

Namun demikian, seiring dengan perjalanan waktu, ternyata tidak ada perubahan dalam skenario ceritanya. Semuanya ’nyaris’ seperti pinang dibelah dua, sama dan tidak ada bedanya dengan cerita Hareem, yang mengumbar kekerasan, memojokkan poligami sebagai ’biang’ kehancuran rumah tangga dan trik-trik lainnya, seakan mengajari pemirsa bagaimana harus bertindak jahat dalam rumah tangga yang dibangun dngan poligami. Intinya, tidak ada baiknya sama sekali untuk mempraktekkan poligami. Yang ada hanya saling mencari celah untuk menyingkirkan satu sama lain, meski ada dua yang selalu akur, yakni Ami Ita dan Ami Ratna. Tapi mereka pun termakan hasutan dari Sarah.

Tidak hanya itu, berbagai adegan pun sebenarnya tidak layak untuk dipertontonkan. Misalnya, bagaimana Sarah membunuh Ami Ratna dengan meracunnya, bagaimana ia menculik Ita dan mencoba membunuhnya. Bagaimana satu dengan yang lainnya untuk saling menjebloskan ke dalam penjara. Yang lebih gila lagi, dan merupakan pembodohan terhadap masyarakat, adanya adegan face off yang dilakukan begitu mudahnya.

Hingga saat ini, masyarakat senantiasa dicekoki oleh tayangan-tayangan yang sangat jauh dari ajaran agama. Mereka mengumbar adegan kekerasan, kebencian, fitnah, hasut dan lainnya. Semua trik negatif nyaris ada dalam sinetron Inayah.

Karena dianggap tidak ada perubahan yang signifikan antara sinetron Hareem dan Inayah, maka KPI mengeluarkan untuk pertama kali bagi sinetron Inayah surat dengan Nomor 348/K/KPI/VI/09 tertanggal 30 Juni 2009 yang mengklarifikasi tayangan sinetron Inayah, karena Indosiar dianggap KPI telah melakukan pelanggaran norma kesopanan dan kesusilaan, pelecehan terhadap agama tertentu, muatan kekerasan verbal maupun non verbal.

Lagi-lagi pihak Indosiar dan PH sepertinya membandel dengan tetap tidak menghilangkan unsur-unsur yang telah disebutkan. Mereka sengaja ’melawan’ KPI yang sepertinya mulai kehilangan ’gigi’ taringnya untuk melakukan pelarangan dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak terkait. Bahkan pada tayangan-tayangan berikutnya, sinetron ini lebih mengumbar kekerasan, kebencian, dan kehancuran keluarga yang mnerapkan poligami.

Akibat dari tayangan tersebut, KPI kembali mengeluarkan surat teguran Nomor 478/K/KPI/VIII/09 tertanggal 14 Agustus 2009. Dalam surat surat teguran yang ditujukan pada stasiun televisi yang menayangkan, Indosiar, KPI menyatakan sinetron Inayah menampilkan banyak adegan kekerasan verbal maupun fisik.

Sebagaimana dengan nasib surat teguran lainnya, peringatan-peringatan itu hanya dijadikan sebagai sebuah permainan baik itu dari pihak stasiun televisi maupun rumah produksi (Production House/PH). KPI sepertinya sudah ’ompong’, gigi taringnya sudah tumpul, sehingga membiarkan tayangan tersebut berlarut-larut mencekoki masyarakat dengan tayangan yang tidak mendidik dan bahkan cenderung membodohi masyarakat.

Selain mengumbar tontonan yang berbau keekrasan dan sejenisnya, ceritanya pun membingungkan dan selalu diulang-ulang. Serta tokoh pemeran utama, yakni Inayah tidak mencerminkan sebagai sosok yang ditokohkan dalam sinetron ini. Sebaliknya yang layak menjadi tokoh utama adalah Ndoro Doso. Sosok Inayah, dalam sinetron itu digambarkan sebagai wanita yang kelihatan sekali – maaf – bego-nya. Seharusnya sebagai tokoh utama ia memiliki jiwa yang tangguh, cerdas, pintar. Tidak hanya itu, skenario yang dibuat pun ’mbulet’. Jika ada pemain yang hilang, maka akan disusul dengan pendatang baru. Dan bahkan setelah sekian lama tidak muncul, dengan tiba-tiba akan muncul kembali.

Ini menunjukkan bahwa pihak sutradara sengaja memanjangkan cerita, hingga entah sampai berapa episode lagi. Jika perlu, seandainya Inayah ini berhenti, maka akan ada lagi Inayah jilid kedua. Lebih tidak masuk akal, mereka hanya memperebutkan harta warisan dari Ndoro Doso. Padahal ia masih hidup. Seharusnya yang namanya warisan adalah jika seseorang itu sudah meninggal. Dalam mendapatkan warisan pun caranya tidak mendidik, dan itu bisa saja akan dipraktekkan oleh pemirsa tayangan tersebut.

Sayangnya, masyarakat Indonesia, terutama di daerah pedesaan, lebih menyukai tayangan seperti itu. Padahal secara sengaja maupun tidak, langsung atau tidak langsung, tayangan seperti itu akan meracuni keharmonisan keluarga. Secara tidak langsung, jika ada persoalan sedikit saja, maka beberapa trik di sinetron tersebut akan dilakukan.

Sebenarnya tidak hanya sinetron Inayah yang menjadi persoalan. Sinetron remaja pun juga perlu diwaspadai. Misalnya masih remaja sudah berani berciuman, bahkan lokasinya di lingkungan sekolah. Sekarang kita hanya bisa berpangku tangan kepada KPI untuk segera melarang tayangan sinetron Inayah, jika tidak maka akan banyak korban ‘moral’ yang akan diakibatkan oleh tayangan ini. ***